Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo menilai petisi dari berbagai akademisi universitas soal pemerintahannya adalah bagian dari hak demokrasi yang harus dihargai.

"Ya, itu hak demokrasi yang harus kita hargai, ya," kata Jokowi di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, seperti dalam tayangan akun YouTube Sekretariat Presiden yang disaksikan di Jakarta, Sabtu.

Sebelumnya, beberapa akademisi dari sejumlah universitas, seperti alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dan civitas academica Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, serta dari Universitas Indonesia menyampaikan petisi berupa kritik terhadap pemerintahan Jokowi. Mereka menyinggung soal etika hingga kenegarawanan dalam petisi itu.

Sementara itu, Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana, dalam pesan singkat yang diterima di Jakarta, Jumat, mengatakan dalam negara demokratis; kebebasan untuk menyampaikan pendapat, seruan, petisi, maupun kritik harus dihormati.

Baca juga: Gibran terima masukan akademisi beberapa universitas

"Bapak Presiden (Jokowi) juga telah menegaskan freedom of speech adalah hak demokrasi. Kritik adalah vitamin untuk terus melakukan perbaikan pada kualitas demokrasi di negara kita," kata Ari.

Ari menyebut perbedaan pendapat, perspektif, maupun pilihan politik adalah sesuatu yang sangat wajar dalam demokrasi. Terlebih, lanjutnya, di tahun politik menjelang pemilu, pertarungan opini pasti terjadi.

"Akhir-akhir ini, terlihat ada upaya yang sengaja mengorkestrasi narasi politik tertentu untuk kepentingan elektoral. Strategi politik partisan seperti itu juga sah-sah saja dalam ruang kontestasi politik. Namun, ada baiknya kontestasi politik, termasuk dalam pertarungan opini, dibangun dalam kultur dialog yang substantif dan perdebatan yang sehat," ujar Ari Dwipayana.

Ari menegaskan bahwa Presiden Jokowi tetap berkomitmen untuk melaksanakan prinsip-prinsip demokrasi sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan koridor konstitusi.

Baca juga: Jokowi minta semua capres tidak terjebak pada debat personal

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2024