Jakarta (ANTARA) - Pemerintah sejak 2023 telah menggelontorkan bantuan pangan guna membantu masyarakat miskin agar daya belinya tidak semakin tergerus, sekaligus untuk menekan angka inflasi.
Pada Maret 2023, bantuan beras diluncurkan untuk pertama kalinya oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai salah satu upaya menekan laju kenaikan harga beras yang terus melonjak sejak Agustus 2022.
Selain itu, Pemerintah juga menyediakan program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang disalurkan melalui Bulog. Beras ini memiliki peranan yang sangat penting untuk pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat kurang mampu. Beras yang disalurkan setara dengan beras medium, namun dijual dengan harga yang lebih murah.
Harga yang dipatok untuk beras SPHP pada zona 1 sebesar Rp10.900 per kilogram, zona 2 Rp11.500 per kilogram dan zona 3 Rp11.800 per kilogram. Beras ini cukup diminati lantaran mudah didapat di pasar tradisional, ritel modern, outlet Perum Bulog dan pemerintah daerah.
Beras tersebut memang menyasar masyarakat menengah ke bawah. Sedangkan bantuan pangan beras diberikan khusus kepada 22 juta masyarakat yang tidak mampu atau Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
Demi redam inflasi
Memasuki 2024, masalah kenaikan harga beras ternyata belum berakhir. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada Januari 2024 sebanyak 28 provinsi, di mana seluruh provinsi yang berada di Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara mengalami kenaikan harga beras.
Komoditas beras mengalami inflasi sebesar 0,64 persen pada Januari 2024, dengan andil terhadap inflasi utama sebesar 0,03 persen.
Komoditas pangan, termasuk beras, gula, daging dan telur dikategorikan sebagai komoditas yang harganya mudah bergejolak. Naik dan turunnya harga yang cepat dan tak terduga inilah yang menyebabkan inflasi volatile good.
Oleh karena itu, Pemerintah melakukan berbagai upaya guna menekan harga beras dan meredam laju inflasi. Salah satu caranya adalah dengan memperpanjang bantuan pangan beras hingga Juni 2024.
Hal ini merupakan imbas dari perubahan cuaca yang tak menentu, fenomena El Nino, dan sejumlah negara yang menahan ekspor beras hingga menyebabkan kenaikan harga beras di pasar global. Apalagi panen beras di dalam negeri yang relatif rendah dibandingkan dengan permintaan pasar.
Pemerintah telah memutuskan untuk menyalurkan kembali bantuan pangan beras pada tahun ini untuk membantu masyarakat berpendapatan rendah.
Program ini merupakan salah satu cara pemanfaatan cadangan beras pemerintah (CBP) sesuai amanat Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2022 tentang Pengelolaan Cadangan Pangan Pemerintah.
Tujuan utama dari bantuan pangan ini untuk mengendalikan harga beras agar tidak terus melonjak dan menjaga inflasi tetap terkendali, khususnya pada komoditas pangan. "Jadi, bantuan pangan beras ini salah satu intervensi dalam meredam inflasi," ujar Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi.
Pelaksanaan bantuan pangan beras akan terus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yakni diberikan kepada 22 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Pelaksanaannya tidak hanya pada Januari dan Februari, tetapi masih berlanjut hingga Juni mendatang, dengan catatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih mencukupi.
Upaya Pemerintah dalam mengatasi kenaikan harga bahan pokok tidak hanya melalui program bantuan pangan, namun juga melalui bantuan sosial lainnya seperti bantuan sembako dan juga bantuan langsung tunai (BLT) guna meningkatkan daya beli sekaligus memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
BLT sebesar Rp200 ribu per bulan untuk tiga bulan pertama 2024 diberikan kepada 18,8 juta KPM untuk memitigasi risiko pangan. BLT diharapkan dapat menjadi bantalan bagi masyarakat miskin agar tidak semakin kehilangan daya beli di tengah kenaikan harga pangan. Sebab, lebih dari 60 persen pengeluaran penduduk miskin digunakan untuk membeli bahan makanan.
Bantuan pangan dan bantuan sosial bukanlah jalan utama untuk menciptakan kestabilan harga dan inflasi. Peneliti Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Eliza Mardian menyampaikan, Pemerintah juga harus mengendalikan inflasi melalui ketersediaan suplai pangan yang memadai sekaligus memastikan kelancaran distribusinya.
Selain itu, diperlukan juga terobosan dan kebijakan baru yang menjadi solusi jangka panjang dalam mengurai kemiskinan struktural. Hal ini bertujuan agar masyarakat kelas bawah tidak selamanya bergantung dari bantuan pemerintah.
Diversifikasi pangan
Bantuan sosial merupakan salah program dari APBN. Bantuan tersebut termasuk dalam program perlindungan sosial yang mencakup Program Keluarga Harapan (PKH) untuk 9,9 juta KPM, Kartu Sembako untuk 18,7 juta KPM, serta BLT El Nino untuk 18,6 juta KPM.
Nilai anggaran perlindungan sosial tahun ini ditingkatkan oleh Kementerian Keuangan menjadi Rp493,5 triliun. Anggaran tersebut disediakan sebagai upaya untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah harga pangan yang bergejolak.
Kementerian Keuangan juga memberikan anggaran ketahanan pangan sebesar Rp114,3 triliun pada tahun ini guna mengendalikan harga pangan nasional.
Meski telah memiliki anggaran khusus untuk melindungi masyarakat dari risiko perlambatan ekonomi global maupun situasi ekonomi domestik, Pemerintah tetap perlu melakukan berbagai upaya lain, salah satunya adalah diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan merupakan alternatif lain dalam menanggulangi lonjakan harga beras yang terjadi saat ini.
Sebagai negara yang berada di kawasan khatulistiwa, Indonesia dikaruniai dengan beragam jenis tumbuh-tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai makanan pokok untuk dikonsumsi.
Pemerintah dapat lebih menggencarkan kampanye bahwa sumber karbohidrat tidak hanya berasal dari beras, tetapi juga bisa diperoleh dari jagung, singkong, sorgum, ubi, sagu dan lainnya.
Variasi pangan ini bertujuan agar masyarakat tidak hanya berfokus pada satu jenis komoditas saja. Strategi diversifikasi pangan memiliki potensi untuk menciptakan kestabilan pada pasokan pangan dan mengurangi risiko inflasi yang dapat muncul seiring dengan kenaikan harga beras.
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2024