Jenewa (ANTARA) - Sedikitnya 17.000 anak di Jalur Gaza, Palestina, saat ini hidup tanpa didampingi atau terpisah dari orang tua atau kerabat mereka, demikian menurut estimasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Jumat (2/2).

Jonathan Crickx, Kepala Komunikasi di Dana Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) untuk Negara Palestina, mengatakan bahwa angka tersebut setara dengan 1 persen dari 1,7 juta warga yang mengungsi di Gaza. Adapun total populasi di daerah kantong itu tercatat sekitar 2,3 juta jiwa.

Crickx, yang mengunjungi Gaza pekan ini, mengatakan bahwa dirinya bertemu dengan 12 anak di sana, di mana tiga di antaranya telah kehilangan orang tua mereka.

"Di balik setiap statistik itu terdapat seorang anak yang harus menerima kenyataan baru yang mengerikan ini," katanya.


Seorang anak menerima perawatan di rumah sakit sementara di kota Rafah, Jalur Gaza selatan, pada 25 Januari 2024. (Xinhua/Rizek Abdeljawad)

Sebagai contoh, Razan (11), yang kehilangan hampir semua anggota keluarganya, dan kakinya harus diamputasi

"Dia masih terguncang, belajar untuk hidup dengan disabilitas dalam konteks di mana layanan rehabilitasi tidak tersedia," ungkap Crickx.

Karena kurangnya makanan, air, dan tempat tinggal, keluarga besar pun tidak mampu merawat anak-anak tambahan. Hal itu membuat kesehatan mental anak-anak Palestina sangat terdampak.

Selain itu, anak-anak tersebut juga menunjukkan tingkat kecemasan yang sangat tinggi, kehilangan nafsu makan, insomnia, dan kepanikan setiap kali mendengar pengeboman.

"UNICEF saat ini memperkirakan bahwa hampir semua anak Gaza, lebih dari satu juta, membutuhkan dukungan kesehatan mental dan psikososial," tuturnya.

"Satu-satunya cara agar dukungan kesehatan mental dan psikososial ini dapat diberikan dalam skala besar adalah dengan gencatan senjata," pungkas Crickx.


Anak-anak terlihat setelah hujan di kamp sementara di kota Rafah di Jalur Gaza selatan, pada 28 Januari 2024. (Xinhua/Yasser Qudih)

Pewarta: Xinhua
Editor: Ade irma Junida
Copyright © ANTARA 2024