Jakarta (ANTARA) - Kuasa hukum Direktur PT Citra Lampia Mandiri, Helmut Hermawan, meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghentikan penyidikan terhadap kliennya setelah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan praperadilan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej.
"Karena persoalan Helmut dengan Eddy, Yogi dan Yosi satu rumpun, satu rangkaian," kata kuasa hukum Helmut, Resmen Kadafi di Jakarta, Jumat.
Menurut Resmen, alat bukti yang dimiliki KPK untuk menetapkan Helmut sebagai tersangka sama dengan alat bukti dalam penetapan tersangka Eddy Hiariej dan asisten pribadi Eddy Hiariej, Yogi Arie Rumana dan advokat Yosi Andika Mulyadi.
"Bahwa alat bukti yang digunakan untuk menetapkan Pak Eddy sebagai tersangka itu tidak sah kemudian prosedur dalam menetapkan tersangka, artinya secara mutatis dan mutandis ini berlaku terhadap klien kami," ujarnya.
Resmen menjelaskan, proses penyidikan perkara dugaan suap di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM menerapkan Pasal 5 dan Pasal 12 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 12 sebagai penerima suap dijerat kepada Eddy Hiariej selaku penyelenggara negara. Namun, pada proses praperadilan dinyatakan tidak sah.
Atas dasar itu, Resmen mempertanyakan Pasal 5 yang dialamatkan kepada Helmut sebagai tersangka suap kepada penyelenggara negara.
Baca juga: Soal putusan praperadilan Eddy Hiariej, KPK: Itu koreksi formil
Baca juga: KPK tegaskan tetap proses perkara dugaan korupsi Eddy Hiariej
"Kalau Pasal 12 ini gugur, terus Pasal 5 ini nyuap siapa? itulah kenapa alasan kami secara mutatis dan mutandis ini harus berlaku kepada klien kami Helmut Hermawan," ucap Resmen.
Helmut melalui kuasa hukumnya telah mengajukan gugatan praperadilan ke PN Selatan dengan sidang dijadwalkan pada Senin (5/2).
"Untuk pemohon praperadilan itu Helmut Hermawan," kata Humas Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Djuyamto saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Djuyamto mengatakan bahwa termohon dalam kasus praperadilan tersebut, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut dia, sidang praperadilan perdana penyuap mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Eddy Hiariej akan diselenggarakan dengan Hakim Tunggal Tumpanuli Marbun.
"Permohonan praperadilan tersebut telah teregistrasi dengan nomor 19/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL," tuturnya.
Sebelumnya, Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Estiono memutuskan penetapan tersangka atas mantan Eddy Hiariej oleh KPK adalah tidak sah. Hal itu diputuskan dalam sidang pembacaan putusan yang digelar di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (30/1).
"Menyatakan penetapan tersangka oleh termohon (KPK), sebagaimana dimaksud Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP terhadap pemohon (Eddy Hiariej) tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Estiono.
Dengan demikian, penetapan tersangka terhadap Eddy Hiariej dalam kasus dugaan suap pengurusan administrasi tanpa melalui prosedur di Kemenkumham tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
"Dalam eksepsi, menyatakan eksepsi termohon tidak dapat diterima," ujar Estiono.
Eddy Hiariej merupakan salah seorang tersangka yang ditetapkan penyidik KPK dalam kasus dugaan suap pengurusan administrasi tanpa melalui prosedur di Kemenkumham.
Selain Eddy, tersangka lainnya adalah pengacara Yosi Andika Mulyadi (YAM) dan asisten pribadi EOSH Yogi Arie Rukmana (YAR). Sementara itu, seorang lainnya yakni Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan (HH) telah ditahan oleh komisi antirasuah.
Baca juga: PN Jaksel putuskan penetapan tersangka Eddy Hiariej tidak sah
Baca juga: Menkumham respons putusan PN Jaksel terkait Eddy Hiariej
Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024