Jakarta (ANTARA News) - Keabsahan hukum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) di bawah kepengurusan Adi Sasono semakin jelas setelah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam sidangnya pada Kamis (3/8) menerima eksepsi kuasa hukum Dekopin dan Menegkop UKM dan itu berarti menolak gugatan Sri Edi Swasono. Ketua Dekopin Bidang Pengkajian Iyan Kastian Ukas kepada pers di Jakarta, Jumat, mengatakan, dengan keputusan itu berarti pengadilan dapat membedakan wewenang negara dan anggota. Dengan penolakan gugatan itu berarti konflik dalam tubuh gerakan koperasi tersebut yang mencuat pasca Rapat Anggota Dekopin Juli 2004 bisa dipastikan segera berakhir meski masih ada gugatan lainnya dari pihak Sri Edi Swasono di Pengadilan Tata Usaha Negara. Sri Edi Swasono dan sejumlah pengurus Dekopin hasil rapat anggota 2004 melakukan gugatan terhadap Menegkop UKM dan kepengurusan Dekopin hasil rapat Anggota Sewaktu-waktu (RAS) pada awal tahun ini. Gugatan itu dipicu setelah Mennegkop dan UKM Suryadharma Ali dinilai telah mencampuri urusan internal Dekopin ketika menerbitkan SK Mennegkop mengenai kepanitiaan Rapat Anggota Sewaktu-waktu. Dalam pertimbangannya, kata Iyan, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang dipimpin Roki Panjaitan menyatakan bahwa SK Mennegkop tersebut merupakan kebijakan negara sehingga merupakan kompetensi absolut dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Sementara tuntutan Sri Edi agar pengadilan membatalkan hasil RAS yang kemudian menetapkan Adi Sasono sebagai Ketua Umum Dekopin merupakan wewenang absolut dari anggota. "Sehingga apapun keputusan PTUN nantinya, tidak akan mempengaruhi hasil RAS," kata Iyan yang didampingi kuasa hukum Dekopin Dorel Almir. Hasil RAS, lanjutnya, masih bisa dibatalkan jika anggota sebagai pemilik organisasi menginginkan hal tersebut. "Pengadilan hanya berkompentesi menilai SK Menteri yang sekarang menjadi pokok perkara antara Sri Edi dan Menegkop UKM di PTUN," katanya. Sementara itu Dorel mengatakan, SK yang dikeluarkan Menegkop dan UKM hanya untuk memfasilitasi RAS Dekopin dan bukan sebagai keputusan yang bersifat final. Dengan demikian, SK tersebut masih memerlukan tindakan lainnya untuk terjadinya RAS, yaitu kesediaan anggota melaksanakan RAS. "SK Menteri tidak ada artinya kalau anggota tidak mau menyelenggarakan RAS," katanya. Itu berarti, lanjutnya, yang menentukan terjadinya RAS sebenarnya bukan SK Menteri Koperasi, tapi kehadiran dan kesediaan anggota untuk melaksanakan RAS. Dalam RAS yang digelar akhir tahun lalu itu, menurut Iyan, 96 persen anggota Dekopin hadir. Dari 52 induk koperasi, hadir 43 dari 45 induk yang diundang. Sementara dari unsur Dekopinwil, dari 30 yang diundang hanya dua yang tidak hadir. Dengan keputusan itu, ia juga mengajak semua pihak untuk menyingkirkan perbedaan dan mulai membangun koperasi dengan kerja keras, dan bukan "berkelahi" di pengadilan.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006