Jakarta (ANTARA News) - Organisasi Konferensi Islam (OKI) akan mengajukan permintaan ke Majelis Umum PBB untuk menggelar sidang darurat Majelis Umum PBB jika resolusi hasil sidang darurat OKI di Malaysia diveto Amerika Serikat (AS) di Dewan Keamanan (DK) PBB. Pernyataan tersebut dikemukakan oleh Juru Bicara Departemen Luar Negeri (Deplu) Desra Percaya kepada wartawan di Jakarta, Jumat. "Jika serangan Israel tetap jalan terus maka OKI telah menentukan sikap yaitu meminta agar Majelis Umum PBB menggelar sidang darurat," katanya. Menurut Jubir, satu-satunya badan yang memiliki tugas dan tanggung jawab menyelesaikan masalah Timur Tengah adalah DK PBB. Jadi, lanjut dia, kalau ada sidang khusus darurat oleh Majelis Umum PBB maka setidaknya akan tercatat dalam sejarah bahwa ada suatu peristiwa dan DK tidak melakukan apa pun. Sebagai reaksi atas serangan Israel pada kota Qana di Lebanon selatan pada Minggu (30/7) lalu yang mengakibatkan puluhan korban sipil di mana 37 diantaranya adalah anak-anak maka OKI menggelar sidang darurat pada 3 Agustus 2006 di Malaysia. Pertemuan itu, kata Jubir, menghasilkan dua Deklarasi Putrajaya yaitu tentang Palestian dan Lebanon. "Dikatakan juga bagaimana OKI mengutuk serangan Israel, memikirkan proses rehabilitasi dan rekonstruksi serta yang paling penting gencatan senjata," katanya. Pertemuan tersebut dinilai banyak pihak berhasil karena untuk pertama kalinya negara-negara OKI dapat duduk bersama menyamakan sikap dan bahkan memikirkan langkah selanjutnya jika serangan Israel jalan terus. Sidang darurat OKI tersebut dihadiri 18 negara termasuk tuan rumah Malaysia. Tujuh kepala negara/kepala pemerintahan yang hadir adalah PM Malaysia Abdullah Ahmad Badawi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad, PM Bangladesh Begum Khaleda Zia, PM Pakistan Shaukat Aziz, PM Turki Tayyip Erdogan, dan PM Azarbaijan Artur Rasizadeh. Sementara itu, Brunei Darussalam dan Yordania masing-masing diwakili Sultan Brunei Hassanal Bolkiah dan Putra Mahkota Yordania Pangeran Hamzah bin Al Hussein.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006