Jakarta (ANTARA News) -
Reshuffle kabinet yang mungkin dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebaiknya jangan karena tekanan partai politik (Parpol), tetapi atas dasar evaluasi kinerja anggota kabinet.
Pengamat politik dari Fisip UI Prof Dr Maswadi Rauf di Gedung DPR/MPR RI di Jakarta, Jumat, mengingatkan bahwa perombakan kabinet yang didasarkan pada tekanan Parpol saja, justru bisa membuat program pembangunan yang sudah berjalan dengan baik menjadi tidak berjalan atau terhambat.
Menurut Maswadi,
reshuffle kabinet di tengah masa jabatan menunjukkan bahwa Indonesia belum sepenuhnya menganut sistem presidensil. Hal itu terbukti dari masih dominannya tekanan Parpol dalam
reshuffle kabinet, yang sebenarnya itu adalah praktik-praktik sistem parlementer.
Sistem parlementer yang dianut Indonesia selama tujuh tahun (1950-1957) dilakukan untuk memperkuat posisi pemerintahan di tengah polarisasi kekuatan partai politik. Pemerintah saat itu akan bisa leluasa apabila mengajak parpol membentuk kabinet.
Setelah sistem parlementer, Indonesia menganut sistem presidensil hingga saat ini, meski situasinya berbeda-beda antara Orde Baru dan Era Reformasi.
Di era Orde Baru, sistem presidensil bisa dilaksanakan sepenuhnya, tetapi di era reformasi dengan munculnya kekuatan parpol, sistem presidensil agak sulit diwujudkan secara murni.
Dia mengingatkan, apabila akan dilakukan
reshuffle kabinet maka pertimbangannya sebaiknya hanya kinerja. Yang tak kalah penting dalam melakukan perombakan adalah Presiden tidak tunduk kepada tekanan atau intervensi parpol.
Maswadi juga mengatakan, perombakan akan lebih efektif apabila komposisi kabinet dibicarakan terlebih dahulu antara Presiden, Wapres Jusuf Kalla dan para menko. Walaupun demikian, keputusan akhir tetap harus berada di tangan Presiden.
"Presiden jangan tunduk kepada tekanan atau intervensi Parpol, walaupun tekanan Parpol agar diberi jabatan-jabatan politik sesuai dengan tujuannya," kata Maswadi.
Meski Maswadi juga menyatakan bahwa tekanan dan intervensi Parpol dalam
reshuffle itu wajar karena sesuai dengan tujuan Parpol.
"Tidak ada Parpol yang tidak memiliki tujuan perjuangan untuk menempatkan kadernya di jabatan-jabatan politik. Karena itu, sah-sah saja kalau Parpol meminta dilakukan
reshuffle kabinet," katanya.
Mengenai munculnya tekanan atau desakan
reshuffle kabinet saat ini, Maswadi mengemukakan, hal itu dilakukan terkait dengan alokasi kursi kabinet di antara parpol.
"Tetapi keputusan akan dilakukan reshuffle atau tidak sebaiknya diserahkan sepenuhnya kepada Presiden," katanya.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006