Jakarta (ANTARA News) - Tersangka korupsi pengadaan segel sampul surat suara di Komisi Pemilihan Umum (KPU), Daan Dimara, menyurati Ketua Komisi Pemberantasan Komisi (KPK) Taufiqurahman Ruki guna meminta, agar Hamid Awaluddin, mantan anggota KPU yang kini menjabat Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) ditahan. Surat Daan itu disampaikan oleh kuasa hukumnya, Erik S. Paat, kepada KPK di Gedung KPK, Jalan Veteran, Jakarta, Jumat. Surat Daan Dimara kepada Ketua KPK tertanggal 2 Agustus 2006 itu meminta Hamid Awaluddin ditahan, karena memberikan keterangan palsu. Dalam suratnya, Daan menuturkan, pada sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada 1 Agustus 2006 dirinya telah memohon kepada majelis hakim, agar mempertemukan atau mengonfrontasikan lima saksi dengan Hamid Awaluddin, yaitu Bakri Asnuri dan Boradi dari KPU, serta Untung Sastrawijaya, Aryoko, dan Zainal Asikin dari PT Royal Standard yang menyatakan Hamid Awaluddin memimpin rapat tersebut, serta menentukan harga segel. Hamid pada persidangan di Pengadilan Tipikor pada 25 Agustus 2006 telah membantah keterangan lima saksi itu. Daan juga telah meminta kepada majelis hakim untuk meminta, agar Hamid Awaluddin ditetapkan sebagai tersangka sumpah palsu. "Tetapi, majelis hakim menolak permohonan saya ini dengan alasan hal ini merupakan kewenangan KPK. Untuk keadilan, maka saya memohon, agar Hamid Awaluddin dijadikan tersangka dan ditahan untuk diproses lebih lanjut," tulis Daan. Daan dalam suratnya juga melampirkan sejumlah bukti keterlibatan Hamid dalam pengadaan segel sampul surat suara Pemilihan Presiden (Pilpres) I dan Pilpres II 2004, diantaranya surat Direktur Utama PT Royal Standard, Untung Sastrawidjaya, yang ditujukan kepada Hamid Awaluddin tertanggal 10 Juni 2004 tentang penawaran harga segel. Erik mengatakan, kedatangannya ke KPK semata-mata untuk mencari kebenaran, karena tidak ingin kliennya bertanggung jawab atas perbuatan orang lain. "Karena, sudah jelas untuk pengadaan Pilpres I dan Pilpres II, Daan sama sekali tidak berperan," ujarnya. Ia menambahkan, kedatangannya ke KPK atas saran majelis hakim yang mengatakan, lebih baik ke KPK untuk berkonsultasi tentang permohonan penetapan Hamid sebagai tersangka keterangan palsu. Erik menyatakan, seharusnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang lebih pro-aktif untuk meminta kepada majelis hakim guna menetapkan Hamid Awaluddin sebagai tersangka pemberi keterangan palsu. "Dalam surat dakwaan halaman 15 tertulis bahwa pada rapat 14 Juni 2004, Untung Sastrawidjaja, Boradi dan Hamid mengadakan rapat untuk menentukan harga segel. JPU yang harus buktikan dakwaan, jadi dia yang seharusnya meminta kepada majelis hakim," tuturnya. Erik diterima oleh sekretaris pimpinan KPK, Nandi Pinta Ilham. Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan, Tumpak Hatorangan Panggabean, sebelumnya menyatakan bahwa KPK akan menunggu penetapan majelis hakim untuk permohonan penetapan Hamid sebagai tersangka pemberi keterangan palsu. Setelah ada penetapan, Tumpak mengatakan, JPU baru dapat membawa penetapan itu kepada pihak kepolisian untuk diproses sebagai tindak pidana umum. Atas tanggapan Tumpak tersebut, Erik mengatakan, kemungkinan dirinya akan mengajukan kembali permohonan penetapan Hamid sebagai tersangka pemberi keterangan palsu kepada majelis hakim pada sidang selanjutnya, Selasa, 8 Agustus 2006. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006