Malang (Antara) - Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring mengemukakan Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) 2013 di Bali 1-8 Oktober nanti akan semakin membuka peluang investasi dan perdagangan yang cukup besar bagi Indonesia.

"Selain membuka peluang investasi, makna lain yang bisa kita petik sebagai tuan rumah KTT ke-21 APEC cukup strategis, di antaranya menempatkan Indonesia pada radar kepemimpinan dunia," kata Tifatul Sembiring dalam seminar nasional "APEC Indonesia 2013" di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Kamis.

Disamping itu, lanjutnya, APEC juga menumbuhkembangkan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, berjejaring dengan dunia serta mengenalkan Indonesia ke dunia luar, sebab di situlah display Indonesia akan diperlihatkan.

Apalagi, katanya, dalam perhelatan APEC tersebut tidak hanya dihadiri oleh para pemimpin negara anggota saja, tapi juga dihadiri oleh sekitar 6.000 delegasi pemimpin ekonomi, 1.200 pemimpin bisnis dunia, 3.000 wartawan dari dalam maupun luar negeri serta ribuan tamu dari organisasi internasional, perwakilan asing, dan akademisi.

Dalam KTT ke-21 APEC di Bali Oktober nanti, Indonesia mengajukan agenda "connectivity", yakni suatu strategi merekatkan pasar APEC yang tumbuh dari peran komunitas, lingkungan dan tata kelola usaha serta pemerintahan yang baik.

Sejumlah agenda bahasan sektoral yang cukup penting antara lain adalah pemberdayaan dan peningkatan peran perempuan, kerja sama dalam penanggulangan terorisme dan bencana alam, industri dan ekonomi kreatif, pembangunan infrastrt, teknologi komunikasi dan informatika serta penyertaan finansial.

Agenda, penyertaan finansial tersebut dinilai penting untuk mendorong para pelaku usaha memanfaatkan akses pembiayaan karena hanya 10 persen dari jumlah penduduk Indonesia yang sudah mempunyai rekening di bank dan sisanya 90 persen adalah pelaku usaha UMKM yang dinilai tidak bankable.

Agenda penting lainnya adalah bidang perikanan dan kelautan. Indonesia diminta untuk memainkan peran sebagai pusat monitoring migrasi ikan dan tsunami tracking serta perubahan cuaca.

Di bidang pengobatan herbal, katanya, juga cukup penting untuk dibahas, sebab penggunaan obat tradisional di kawasan Asia Pasifik cukup tinggi.

Penggunaan obat tradisional di Australia mencapai 48,50 persen, China 90 persen, Hong Kong 60 persen, Jepang 49 persen, Republik Korea 69 persen, Filipina 57,30 persen, Singapura 45 persen, dan Vietnam 50 persen. Sedangkan di Indonesia dalam 15 tahun terakhir ini sekitar 50 persen.

"Beberapa negara anggota APEC telah memulai pengembangan obat tradisional, seperti China yang telah mengintegrasikan pengobatan konvensional dengan tradisional dan Indonesia juga telah memulainya dengan standarisasi obat herbal serta phytopharmaca," kata Tifatul menjelaskan.

Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013