"Saat ini tidak ada matahari tetapi UV-nya masuk. Jadi belum tentu kalau kita tidak kepanasan, enggak ada cahaya matahari itu, UV enggak masuk. Jadi tetap harus pakai (tabir surya)," kata dia dalam sebuah acara kesehatan di Jakarta, Selasa.
Endi yang menamatkan studi pendidikan Spesialis Kulit dan Kelamin di Universitas Indonesia itu, menyarankan penggunaan tabir surya yang tak mudah terhapus atau luntur karena air termasuk keringat dan aplikasikan kembali tabir surya pada wajah setiap dua hingga empat jam sekali.
Baca juga: Scarlett hadirkan Ultra Light Daily Sunscreen untuk lindungi kulit
"Jadi tidak berbeda harusnya (cara pakai tabir surya) saat hujan atau panas. Kalau lagi hujan bisa pilih sunscreen yang waterproof. Diulang tetap setiap dua hingga empat jam kalau SPF-nya 30. Makin lama enggak diulang makin kayak habis kemampuan melindunginya," kata dia.
Sementara untuk tingkat pelindung terhadap ultraviolet A (PA), Endi mengatakan bisa menggunakan produk dengan PA plus 2 (PA++).
Dia tak melarang orang-orang menggunakan PA dan SPF atau faktor pelindung matahari) lebih tinggi (di atas 30) karena kemampuan perlindungan lebih tinggi. Namun, biasanya produk ini semakin pekat.
Di sisi lain, pada sebagian orang, penggunaan tabir surya yang pekat dianggap menjadi penyebab kulitnya berjerawat. Menurut Endi, sebenarnya hal ini bisa dicegah dengan menurunkan faktor penyebabnya seperti asupan makanan berminyak.
"Kulit tidak boleh terlalu berminyak. Kalau terlalu berminyak ada SPF tinggi, PA tinggi, dia jadi kayak menutup, kayak pakai foundation tebal. Minyaknya dikurangi. Makanannya enggak boleh yang berlemak, jangan manis-manis. Itu membantu mengurangi produksi minyak di wajah," tutup dia.
Baca juga: Jalan-jalan di musim hujan, pakai tabir surya & waspadai infeksi jamur
Baca juga: Kulit tetap butuh tabir surya meski hujan atau mendung, mengapa?
Baca juga: Pria disarankan pakai tabir surya berbasis gel
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2024