Jakarta (ANTARA) - Yayasan Rumah Sakit Islam Indonesia (Yarsi) menjalin kolaborasi dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk mengembangkan pelayanan kesehatan berbasis kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).

"Kami bersyukur diberikan kesempatan oleh BRIN untuk melakukan kerja sama yang menurut kami ini sangat strategis tidak saja dalam pengembangan penelitian, tetapi juga hasil-hasil penelitian yang bisa dimanfaatkan untuk pengabdian kepada masyarakat," kata Rektor Universitas Yarsi Fasli Jalal usai penandatanganan nota kerja sama di Gedung BJ Habibie, Jakarta Pusat, Senin.

Faisal mengatakan pelayanan kesehatan berbasis kecerdasan buatan itu mengolah data ruang perawatan intensif atau ICU pasien dan menjadikannya dalam bentuk algoritma.

Data itu untuk memperkuat prediksi dari sisi manajemen kasus berapa banyak, bulan apa saja pasien berobat, apa kasusnya sampai kepada peningkatan ketepatan diagnosis hingga prediksi penyembuhan, dan sebagainya.

Baca juga: BRIN: Teknologi AI bisa mengenali dan mendiagnosis berbagai penyakit

"Manajemen rumah sakit bisa menyiapkan tempat tidur berdasarkan analisa dari AI dan bisa mempertajam diagnosa," kata Fasli.

Saat ini Yarsi sedang melakukan uji coba penggunaan kecerdasan buatan untuk ruang perawatan intensif.

Yarsi menggunakan data publik Amerika Serikat, Australia, dan sejumlah negara karena data ICU Indonesia belum tersedia.

Data-data tersebut kemudian mulai dibuat algoritma untuk diujicobakan dengan data Yarsi.

"Kami uji benarkah algoritma itu bisa dipakai atau ternyata memerlukan pendalaman agar algoritma itu lebih cocok dengan data Indonesia. Itu mungkin butuh waktu lima sampai 10 tahun dan datanya itu harus banyak puluhan ribu untuk membuat presisi dari algoritma tersebut menjadi semakin baik," ujar Fasli.

Baca juga: BRIN-APEC buka peluang kembangkan teknologi AI bidang kesehatan

Lebih lanjut dia mengungkapkan bahwa pendampingan dari BRIN sangat penting untuk menghasilkan algoritma yang kuat, sehingga bisa dipakai untuk melayani kesehatan masyarakat.

"Melalui pemanfaatan kecerdasan buatan, maka pelayanan kesehatan bisa lebih cepat, efektif, dan efisien," katanya.

Menurut dia, para spesialis medis yang berurusan dengan diagnosis penyakit atau patologi anatomi bisa lebih fokus karena tidak membutuhkan banyak waktu untuk mendiagnosis penyakit pasien. Kemudian, tugas diagnosis bisa dilakukan oleh teknologi kecerdasan buatan tersebut.

Direktur Pemanfaatan Riset dan Inovasi pada Industri BRIN Mulyadi Sinung Harjono mengatakan teknologi kecerdasan buatan yang dipakai dalam pelayanan medis yang sekarang sedang dikembangkan tersebut hanya bertugas sebagai penanda tentang penyakit, waktu kunjungan pengobatan, lama rawat inap hingga jenis-jenis obat apa saya yang dikonsumsi oleh pasien.

Baca juga: BRIN-universitas kolaborasi riset pemanfaatan AI untuk pertanian

"AI itu sebagai tanda, bukan berarti AI yang memutuskan, karena yang memutuskan tetap dokter. AI memberikan tanda-tanda saja yang membantu diagnosa," tutur Sinung.

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2024