Sampah yang menumpuk itu mengeluarkan bau busuk yang menyengat. Sangat mengganggu. Tidak nyaman, apalagi kalau sedang menerima tamu.
Mau tidak mau, ia harus membuang sendiri sampah itu ke tempat pembuangan sementara (TPS) di pinggir jalan. Itupun harus malam, karena di TPS, sampah juga banyak menumpuk dan merusak pemandangan. Oyong merasa malu ketahuan menambah tumpukan sampah.
Sejak Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Regional Payakumbuh longsor pada 20 Januari 2023, dan sehari sesudahnya operasionalnya ditutup, warga Payakumbuh memang merasakan dampak dari sampah yang menumpuk di rumah tangga dan di beberapa titik kota.
Tidak hanya warga Payakumbuh, Warga Kota Bukittinggi, Agam bagian timur dan Limapuluh Kota yang selama ini juga memanfaatkan TPA Regional Payakumbuh juga merasakah hal yang sama.
Untuk Sumatera Barat (Sumbar) yang tengah giat menggenjot sektor pariwisata, sampah menjadi masalah yang harus segera diatasi.
Solusi jangka pendek yang diambil oleh pemerintah daerah adalah memindahkan tempat pembuangan akhir sampah ke TPA Air Dingin, Kota Padang, dengan konsekuensi jarak yang sangat jauh, sekitar 120 kilometer dari Payakumbuh.
Selain masalah jarak, Pemkot Padang juga membatasi waktu penerimaan sampah dari luar wilayah itu hanya 60 hari. Kebijakan itu diambil untuk mencegah TPA Air Dingin kelebihan muatan.
Tidak ada yang menyangka sampah bisa tiba-tiba menjadi masalah besar yang begitu memusingkan banyak pihak.
Dinas Lingkungan Hidup Pemprov Sumbar sebetulnya sudah memprediksi kemungkinan adanya "ledakan" sampah itu karena sistem yang digunakan pada TPA di wilayah tersebut adalah "control landfill", bahkan masih ada yang sistem "open dumping", meskipun sudah ada larangan.
Sistem "control landfill", seperti yang digunakan di TPA Regional Payakumbuh sebenarnya sudah cukup bagus, karena sudah memiliki saluran drainase untuk mengendalikan aliran air hujan, saluran pengumpul lindi dan kolam penampungan, pos pengendalian operasional, fasilitas pengendalian gas metan, dan memiliki alat berat.
Meski demikian, sampah yang dibuang ke TPA tetap hanya diratakan, dipadatkan, kemudian ditimbun secara berulang kali. Tidak ada proses pengolahan pada sistem ini.
Sementara pada sistem "open dumping", sampah hany dibuang dan ditumpuk di tempat terbuka.
Memetik hikmah
Musibah "ledakan" sampah memang sudah terjadi dan pemerintah daerah terus mencari solusi untuk bisa mengatasi. Bersamaan dengan itu, sebenarnya tetap ada hikmah yang bisa dipetik.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sumbar Tasliatul Fuaddi menyebut salah satu yang menjadi prioritas dalam pengelolaan sampah adalah mengubah cara berpikir masyarakat agar memilah sampah sejak di rumah tangga.
Sosialisasi untuk hal itu sudah seringkali dilakukan, namun karena belum pernah merasakan efek negatif dari sampah, kepedulian masyarakat masih perlu diingatkan terus sehingga lebih peduli dengan pemilahan sampah.
Musibah "ledakan" sampah pada beberapa daerah di Sumbar, setidaknya bisa menjadi pengingat bagi masyarakat bahwa tanpa pengolahan yang baik, sampah bisa menjadi persoalan yang memusingkan.
Pemerintah daerah bisa mengambil momentum itu untuk mendorong masyarakat melakukan pemilahan sampah sejak dari rumah, sehingga pengolahan di tingkat selanjutnya bisa lebih mudah.
Pj Wali Kota Payakumbuh Jasman mengambil momentum itu dengan berkampanye pemilahan sampah dimulai di perkantoran milik pemerintah. Selain itu juga melakukan inspeksi mendadak untuk memastikannya program itu berjalan.
Pemerintah Kota Payakumbuh juga memerintahkan jajarannya untuk menyosialisasikan pemilahan sampah kepada masyarakat, tidak saja untuk rumah tangga, tetapi juga untuk sampah pasar rakyat yang lumayan banyak setiap hari.
Upaya itu setidaknya akan mengokohkan pondasi dalam pengelolaan sampah kota ke depan.
Pemanfaatan TPS3R
Sampah yang telah dipilah di tingkat rumah tangga, akan memudahkan pengolahan lebih lanjut, salah satunya dengan memanfaatkan bank sampah.
Dinal Lingkungan Hidup Sumbar menyebut jumlah bank sampah di daerah itu sebenarnya cukup banyak, namun ketika pandemi COVID-19 banyak yang tidak beroperasional lagi, sehingga saat ini belum terdeteksi jumlah yang masih beroperasi.
Bank sampah memiliki keunggulan. Selain berfungsi untuk mengolah sampah, sehingga dapat mengurangi volume sampah yang akan dibuang ke TPA, juga bisa memberikan penghasilan tambahan bagi masyarakat yang bersedia melakukan pemilahan sejak di tingkat rumah tangga.
Tambahan penghasilan itu bisa diperoleh karena bank sampah bisa mendapatkan keuntungan secara materil dari pengolahan yang dilakukannya.
Wilda Yanti yang dijuluki sebagai "Ratu Sampah Indonesia" merupakan salah satu contoh nyata bagaimana warga bisa memperoleh manfaat besar dari potensi pengolahan di bank sampah.
Ia bisa menghasilkan miliaran rupiah dari pengolahan sampah melalui bank sampah yang dikelola melalui perusahaan.
Selain bank sampah, juga ada tempat pengolahan sampah dengan sistem reduce-reuse-recycle (TPS3R). Sistem ini merupakan pola pendekatan pengelolaan persampahan pada skala komunal atau kawasan, dengan melibatkan peran aktif pemerintah dan masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat.
TPS3R juga bertujuan untuk memilah sampah, sehingga bisa mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPA.
Pembenahan bank sampah dan TPS3R juga bisa menjadi solusi dalam pengelolaan sampah di Sumbar hingga tidak lagi menjadi "bom waktu" yang membuat masalah bila terjadi ledakan.
Pemprov Sumbar menyebut kewenangan pengelolaan sampah sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah adalah kabupaten dan kota.
Meski demikian, pemprov tetap berkomitmen mendukung upaya pengelolaan sampah di daerah, salah satunya dengan mendukung upaya daerah untuk membuat TPA sendiri, dengan sistem pengolahan yang baik, sehingga tidak cepat penuh.
Pengelolaan sampah memang memerlukan kepedulian semua, khususnya masyarakat, salah satunya dengan melakukan pemilihan sejak dari rumah tangga.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2024