"Kami menunjukkan bahwa ketika menulis dengan tangan, pola konektivitas otak jauh lebih rumit dibandingkan ketika mengetik di keyboard. Konektivitas otak yang luas seperti itu diketahui sangat penting untuk pembentukan memori dan untuk mengkodekan informasi baru dan, oleh karena itu, bermanfaat untuk pembelajaran,” kata Profesor Audrey van der Meer, salah satu penulis penelitian, yang ditulis laman Medical Daily, Jumat (26/1) waktu setempat.
Penelitian ini dilakukan kepada 36 mahasiswa yang berulang kali diminta untuk menulis atau mengetikkan kata yang muncul di layar.
Baca juga: Brain Panel Immunohistochemistry untuk pengobatan tumor otak
Pada tahap menulis, mereka diberikan pena digital yang memungkinkan mereka menulis kursif langsung di layar sentuh. Saat mengetik, peserta diminta menggunakan satu jari untuk menekan tombol pada keyboard.
Para peneliti mencatat bahwa konektivitas wilayah otak yang berbeda meningkat ketika peserta menulis dengan tangan tetapi tidak ketika mereka mengetik di keyboard.
Dari sini peneliti mendesak anak-anak sejak usia dini harus terpapar pada tulisan tangan dalam setiap aktivitas di sekolah.
"Pola spatiotemporal dari informasi visual dan proprioseptif yang diperoleh melalui gerakan tangan yang dikontrol secara tepat saat menggunakan pena, berkontribusi besar terhadap pola konektivitas otak yang mendorong pembelajaran. Kami mendesak agar anak-anak, sejak usia dini, harus terpapar pada tulisan tangan pada aktivitas di sekolah untuk membangun pola konektivitas saraf yang memberikan otak kondisi optimal untuk belajar,” tulis para peneliti.
Meskipun temuan ini dibuat berdasarkan pengujian peserta saat menulis dengan pena digital, para peneliti mengatakan mereka mengharapkan hal yang sama ketika menggunakan pena asli di atas kertas. Karena gerakan tangan saat menulis berada di balik peningkatan aktivitas otak, menulis di media cetak juga diharapkan memiliki manfaat serupa dengan menulis kursif.
Di sisi lain, gerakan sederhana menekan tombol dengan jari yang sama berulang kali saat mengetik ternyata kurang merangsang otak. Hal ini juga menjelaskan mengapa anak-anak yang telah belajar menulis dan membaca di tablet, dapat mengalami kesulitan membedakan huruf-huruf yang merupakan bayangan cermin satu sama lain, seperti 'b' dan 'd.'
"Mereka benar-benar belum merasakan dengan tubuh mereka bagaimana rasanya menghasilkan surat-surat itu,” kata van der Meer.
Baca juga: Bahaya penggunaan herbisida bagi fungsi otak remaja
Baca juga: Studi terbaru ungkap kaitan kepribadian dan risiko gangguan otak
Baca juga: Dua porsi stroberi setiap hari bagus untuk jantung dan otak
Penerjemah: Fitra Ashari
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2024