Jakarta (ANTARA) - Dokter Spesialis Anak, Konsultan Nutrisi dan Penyakit Metabolik Dr dr Meta Hanindita mengemukakan penyebab protein nabati tidak direkomendasikan untuk dikonsumsi oleh bayi karena makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan mengandung anti-nutrien.
"Makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan ini mengandung anti-nutrien. Anti-nutrien ini ada macam-macam, ada serat misalnya, ada polifenol, dan lain sebagainya. Anti-nutrien ini bisa menghambat penyerapan berbagai zat gizi penting untuk bayi," katanya dalam diskusi tentang nutrisi yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat.
Untuk itu, Meta mengimbau kepada para orang tua untuk tidak terlalu banyak memberikan asupan protein nabati kepada bayi, khususnya pada usia 6-23 bulan sebagai bagian dari Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) agar tumbuh kembang bayi tidak terganggu dan tidak menyebabkan stunting.
Sebagai gantinya, ia merekomendasikan kepada para orang tua untuk memberikan protein hewani sebagai asupan untuk bayi, di mana protein hewani mengandung asam amino esensial yang baik untuk tumbuh kembang bayi.
Ia juga membolehkan para orang tua untuk mengombinasikan antara protein hewani dan nabati, selama takaran protein nabatinya tidak melebihi protein hewani, karena bayi memiliki ukuran lambung yang kecil.
Baca juga: Kemenkes: Fase setelah kelahiran penting untuk mencegah stunting
Baca juga: Keragaman jenis MPASI pada anak 6-23 bulan baru mencapai 59,3 persen
"Ternyata, dari berbagai penelitian yang ada, anak yang stunting itu kadar asam amino esensialnya lebih rendah dibandingkan dengan anak yang tidak stunting," ujarnya.
"Nah, asam aminoesensial sumbernya yang paling lengkap, yang paling komplit, yang paling tinggi kualitasnya adalah ada di protein hewani," tambah dia.
Meta menyebutkan beragam jenis protein hewani boleh dikonsumsi oleh bayi berusia 6-23 bulan, di antaranya seperti daging dan hati ayam, daging dan hati kambing, daging dan otak sapi, telur, dan ikan.
Terkait jenis ikan, ia mengemukakan berbagai jenis ikan baik, seperti ikan kembung, mujair, atau lele, dan tidak perlu menggunakan ikan yang mahal seperti ikan salmon, yang dikenal sebagai ikan yang memiliki kandungan yang paling baik.
Senada dengan hal tersebut, Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu Anak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Lovely Daisy mengatakan rendahnya asupan protein hewani dapat menyebabkan stunting pada anak.
"Berdasarkan riset di 49 negara yang dilakukan pada 130.000 anak usia 6-23 bulan ini, ditemukan bahwa stunting pada balita disebabkan oleh rendahnya asupan makanan sumber protein hewani," katanya (25/1).
Untuk itu, Daisy menyebutkan pemenuhan konsumsi protein pada bayi berusia 6-23 bulan dapat diintervensi melalui Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI), karena pada waktu tersebut, ASI sudah tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi.
Baca juga: Kondisi stunting bisa diperbaiki asal penuhi MPASI di 1000 HPK
Baca juga: Ciri utama stunting dapat terjadi sejak awal masa kandungan
Pewarta: Sean Muhamad
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024