Palu (ANTARA News) - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mendesak polisi dan pemerintah untuk menindak tegas pemilik senjata ilegal menyusul seringnya terjadi aksi penembakan.

Neta S Pane melalui pernyataan tertulis yang diterima di Palu, Minggu, mengatakan Polri tidak berdaya mencegah dan menangkap pelaku penembakan misterius yang makin marak.

Selama 45 hari terakhir telah terjadi 20 kasus penembakan misterius dan hanya satu pelakunya yg berhasil ditangkap polisi, yakni di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.

IPW mendata aksi penembakan misterius terjadi mulai dari Aceh hingga Papua. Dari 20 penembakan tersebut, 10 kasus terjadi di wilayah hukum Kepolisian Daerah Metro Jaya.

Sasarannya adalah 10 mobil, tiga halte bus Trans Jakarta, dan sebuah rumah polisi.

Selain itu ada beberapa polisi ditembak dan satu penembakan terhadap anggota TNI.

"Akibatnya tiga orang luka dan lima tewas, tiga di antaranya adalah polisi," katanya.

Menurutnya, berbagai kejadian itu adalah sesuatu yang ironis di Indonesia karena makin banyak "koboi" yang main tembak sembarangan.

Dia mengatakan aksi main tembak itu terjadi akibat beberapa hal, yakni pemerintah sangat memberi kelonggaran (permisif) terhadap keberadaan senjata api di kalangan sipil dan tidak ada kebijakan untuk memberantasnya secara total.

Hal ini diperparah dengan sikap pemerintah yang memungut pendapatan negara bukan pajak (PNBP) bagi warga sipil yang memegang senjata api.

"Akibatnya, keinginan warga sipil memiliki senjata api kian tinggi sehingga aksi penyelundupan senjata api ke Indonesia kian deras dan produksi senjata api rakitan juga kian diminati orang," katanya.

Sikap permisif pemerintah terlihat pula dari pembiaran pada peredaran replika senjata atau yang biasa dikenal "airsoft gun".

Senjata mainan yang mirip dengan senjata asli maupun organik itu dibiarkan dijual bebas di pasaran.

Selanjutnya, aparat kepolisian tidak serius dalam menindak warga sipil yang memiliki senjata ilegal.

"Mantan pejabat yang sewenang-wenang menggunakan senjata api tidak diproses secara hukum dan cenderung dibiarkan," kata Neta.

Pewarta: Riski Maruto
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2013