Jakarta (ANTARA News) - Dalam sidang di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) terungkap nama-nama baru yang terkait dalam kasus suap pengaturan kuota impor daging sapi.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada sidang Kamis (29/8) memutarkan dua rekaman yang menyertakan nama-nama lain selain mantan presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaaq dan sahabatnya Ahmad Fathanah yang sudah menjadi terdakwa, serta direktur utama PT Indoguna Utama Maria Elizabeth Liman yang masih berstatus tersangka dalam kasus tersebut.
Rekaman itu diputar saat anak ketua Dewan Syuro PKS Hilmi Aminuddin, Ridwan Hakim bersaksi.
Rekaman berikut adalah pembicaraan Ridwan (R) dengan Fathanah (F) setelah Ridwan bertemu dengan Fathanah dan perantara pengaturan kuota impor daging sapi Elda Devianne Adinigrat di Kuala Lumpur pada 20 Januari 2013.
R: Gak ada yang nyampe bos
F: Nggak mungkin lah, makanya ibu El (Elizabeth Liman) itu nggak mungkin, udah beres bener, Engkong sendiri waktu itu sesudah itu pernah ketemu dan tidak ada komentar gitu loh
R: Iya nggak ada komentar. Masa di depan forum ngasih komentar, kan nggak mungkin, yang jelas komplainnya ke kita.
F: Satu dan engkong
R: Apa?
F: Ke satu dan engkong nggak mungkin lah juga, tapi sudah nyampe kok 40, ditenteng langsung sama ibu kok untuk disampaikan ke Lembang
R: Enggak ada, komplainnya ke kita bos
F: Ya Allah ya Rabbi, ke mana.. masa Sengman dengan Hendra nggak nyampein?
R: Ya nggak tau, pokoknya gitu ceritanya, jadi gimana malam ini jadi ketemu nggak?
F: Ketemu, ketemu, saya ketemu kami di Citos, ee...semuanya, kewajibannya ibu El sendiri berapa ke Engkong?
R: Yang jelas nanti deh diomonginnya.
"Engkong itu siapa?" tanya ketua majelis hakim Nawawi Pomolongo kepada Ridwan.
"Engkong itu bapak saya," jawab Ridwan.
Meski dalam percakapan jelas bahwa Ridwan memahami ada keinginan Fathanah mengonfirmasi mengenai penerimaan uang Rp40 miliar kepada orang yang disebut Engkong yaitu Hilmi Aminuddin, tapi Ridwan mengaku tidak mengerti substansi pembicaraan.
"Substansi berkaitan dengan adanya nama saya di Tempo pada 2011," ucap Ridwan dengan nada santai.
"Tapi saudara tahu Rp40 miliar mau dikirim? Kenapa menyebut belum sampai?" cecar Nawawi.
"Saya sudah capek, jadi asal sebut belum sampai bos, itu memang mengenai kuota daging sapi, Fathanah pernah singgung mengenai pemberitaan nama saya disangkutpautkan beberapa tahun lalu, jadi beliau goda saya," tambah Ridwan dengan senyum.
Anggota majelis hakim I Made Hendra pun terlihat gemas dengan ketidaksesuaian kesaksian Ridwan dengan rekaman percakapan.
"Anda mengatakan tidak terima berarti mengerti pembicaraannya kan? Kenapa sampai mengatakan Rp40 miliar itu tidak sampai? Kenapa tidak mengatakan saja tidak tahu?" desak Made Hendra.
"Beliau desak terus, saya tidak tahu, yang saya hanya tahu pemberitaan di media pada 2011 itu salah, beliau mendesak terus," ulang Ridwan.
Nawawi kemudian menanyakan mengenai Sengman.
"Siapa itu Sengman?" tanya Nawawi.
"Sengman setahu saya utusannya Pak Presiden kalau datang ke PKS, presiden kita, Presiden SBY," jawab Ridwan.
Sengman yang bernama lengkap Sengman Tjahja adalah pengusaha properti asal Palembang yang disebut-sebut sudah merintis persahabatan sejak SBY menjabat Panglima Daerah Militer Sriwijaya pada 1996-1997.
Rekaman lain adalah pembicaraan antara Ridwan Hakim (R), Luthfi Hasan (L) dan seorang yang disebut sebagai Bunda Putri (B) pada 28 Januari 2013 atau sehari sebelum penangkapan Fathanah oleh KPK.
L: Saya masih di kompleks DPR
R: Ini di rumah bunda, bunda marah-marah.
L: katanya waktu di lembang, saya langsung telepon, kata Bunda jangan diberitahukan dulu, saya takut terlambat, makanya saya telepon langsung karena bakal disepakati sebentar lagi, supaya jangan terlambat diberi tahunya, saya tidak perlu kasih tau dulu, karena setahu saya prosesnya masih jauh.
R: Tadi malam menteri di sini sampai jam 1 pagi, katanya pernyataanya hari Jumat, malam Jumatnya dia di sini sambil ngomongin rapat. Bentar bunda mau bicara dulu.
L: Bunda saya minta maaf baru bangun tidur
B: bunda juga baru pulang jam 8, karena bosen di rumah sakit dari hari jumat, pengen merokok. Ini lagi ngobrol sama Iwan (sebutan untuk Ridwan). Kalau bangun, jangan senen. Iwan bisa cover zakat di istana. Jangankan orang dekat siapa nanti. Ini alternatif saja hilang.
L: waktu itu di depan bunda, memberi tahu segera. Karena prosesnya sudah panjang supaya dihentikan prosesnya untuk memperjuangkan.
B: Itu kan sahabatnya si manyun.
L: Siapa, si Widhi itu?
B: Iya, orang dari DPD, kalau dari DPP sih nggak apapa?
L: Mungkin begini, memang mereka berbicara soal itu, dia nanya yang tidak ada alternatif untuk gantikan yang lama itu. Langsung saya telepon
B: Itu 31, sekarang saya bilang ke Iwan, bunda tak akan lagi bicara pada pak Haji Susu, bunda gak akan negor lagi, gak akan minta lagi, kalau sampe, harusnya kan hari ini, Fathan sudah duduk, menurut pak haji kalau sampai ia dikabulkan, bunda berhenti semuanya. Wan bunda tak mau dimainin, apa yang pak haji susu minta sama bunda, bilang pak lurah kembali, semua bunda kembali, masa bunda seorang fathan, bunda dihianati. Kalau fathannya sudah, kita yang butuh dia. Sudah jangan bicara lagi wan, bunda capek.
L: Kita sudah, saya khawatir mereka jalan terus.
B: Sampai dianter ke pintu jam 1 malam. Bunda bilang jangan dikasih alternatif, nanti alternatifnya yang dibesarin, besok gak ada namanya Fathan.
L: Saya tadi pagi ketemu sama dia, sama menteri-menteri lain.
B: Sekarang ini, bunda ini jam 10 ditunggu Dipo kan? Sebelum dia ke JCC. Katanya, bun jadi nanti kita ketemu sama mas Boed jam 2.45. Bunda di grand hyyat saja, supaya gak ke mana-mana, nah kalau sudah begini, males kita urusin TPA-nya. Nanti kalau Maret ada reshuffle, ya sudah saja, nanti saya ngomong sama pak lurah bener apa yang kamu bilang tentang haji susu itu, sudah babat saja. Bunda gituin aja, aman. Bunda disuruh ngurus beliau emang di atas satu orang, ini diatasnya Fatan.
L: Bukan, maksud saya, dia kan `decission maker`, bunda kan mengkondisikan para `dicission maker`, kerjaan lebih berat mengkondisikan pada `decission maker` dari pada yang pengambil keputusan sendiri,
B: Jadi kalo si Fatan itu kita minta tempatkan atau kita barter dengan dirjen, itu masih beratlah. Ini cuma untuk pintu masuk. Beratnya di mana? Dan bunda kan gak ngerti untuk satu ini saja deh, ntar juga penuh, ngapain di atas bunda gak kenal orang, kenapa bunda harus milih, karena bunda tahu kapasitas orang ini. Kalo gak tau waaah gak berani kita, mau ngejodoh-jodohin orang. Ini dunia akhirat bunda, gak berani.
"Siapa bunda putri?" tanya Nawawi.
"Dia mentor bisnis saya," jawab Ridwan.
"Kenal Dipo?" tanya Nawawi.
"Saya tidak mengerti pembicaraan mereka," jawab Ridwan.
Berturut-turut Nawawi juga bertanya mengenai pemahaman Ridwan tentang nama-nama yang disebut Luthfi dan bunda Putri yaitu "Haji susu", "Dipo", "Mas Bud" dan semuanya dijawab tidak tahu oleh Ridwan.
"Saya hanya menyampaikan telepon ke Pak Luthfi, jadi saya tidak tahu apa yang mereka bicarakan," ungkap Ridwan.
Meski hakim mengancam pengenaan pasal 22 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi setiap orang yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar dapat dikenai hukuman pidana, Ridwan tetap mengaku tidak memahami isi pembicaraan.
"Konsekuensi semacam ini seharusnya bisa ditebak, Anda sekarang menyeret untuk melakukan penyidikan berdasarkan pasal 22 terhadap saksi ini, semua instrumen ada, memang setiap tindak pidana korupsi harus tuntas dan kalau ada indikasi ke arah itu silakan lakukan tindakannya," kata Nawawi.
Ketua JPU KPK Muhibuddin juga mengaku KPK belum menyidik keterlibatan bunda Putri dalam kasus ini.
"Belum sempat diperiksa karena keterbatasan waktu pemeriksaan yang mulia," ungkap Muhibuddin.
Namun KPK masih punya waktu untuk memanggil bunda Putri dan nama-nama lain dalam rekaman tersebut saat pemeriksaan Maria Elizabeth Liman yang saat ini masih berstatus tersangka.
Oleh Desca Lidya Natalia
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013