Strategi paling jitu adalah mencegah lahirnya stunting baru, dan itu tidak sulit karena yang hamil (di Kabupaten Nias Barat) hanya 1.800 orang per tahun
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyatakan bahwa menekan kelahiran stunting baru adalah strategi paling jitu untuk menurunkan angka stunting.
Hal tersebut disampaikan Hasto saat menerima audiensi Bupati Nias Barat, Sumatera Utara, Khenoki Waruwu, pada Rabu (24/1), di kantor BKKBN pusat, Jakarta.
"Strategi paling jitu adalah mencegah lahirnya stunting baru, dan itu tidak sulit karena yang hamil (di Kabupaten Nias Barat) hanya 1.800 orang per tahun, sehingga kalau sebulan yang lahir kira-kira 150 orang, per hari yang melahirkan hanya tiga orang," kata Hasto dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Ia menuturkan setelah dilakukan hitung-hitungan, di Nias Barat dengan luas wilayah mencapai 473,73 km persegi dengan jumlah penduduk 97.633 jiwa (data BPS) di pertengahan tahun 2023, angka stuntingnya mencapai 360 orang atau 20 persen.
Baca juga: Presiden Jokowi pastikan tiap puskesmas miliki alat USG kehamilan
Agar intervensi bisa dilakukan dengan cepat, Hasto menyarankan kepada Dinas Kesehatan (Dinkes) Nias Barat agar memperhatikan perempuan yang melahirkan.
"Kepala Dinkes atau Bapak Bupati, mungkin bisa jangan pulang kantor dulu sebelum mendengar tiga orang melahirkan. Inilah spirit untuk mencegah lahirnya stunting baru," ucapnya.
Berdasarkan dari aplikasi elektronik siap nikah dan hamil, pemutakhiran data keluarga tahun 2023, serta verifikasi dan validasi data keluarga berisiko stunting (verval KRS) serta sistem informasi manajemen nikah (Simkah) Kementerian Agama tahun 2023, di Nias Barat setiap tahun yang menikah tidak lebih dari 900 pasangan.
Berdasarkan data Elsimil, dari rata-rata 900 orang tersebut, di tahun 2023 hanya 81 orang yang mengisi aplikasi Elsimil. Dari 81 orang, 15 orang di antaranya terpantau dalam kondisi terlalu kurus.
"Jadi jumlahnya sekitar 18,5 persen, dan jangan-jangan dari 900 pasangan yang menikah itu kalau kita data semua, yang lingkar lengannya kurang dari 23,5 jumlahnya 18,5 persen," paparnya.
Baca juga: BKKBN sebut perlu upaya penguatan data dalam penanganan stunting
"Boleh menikah, tetapi jangan hamil dulu," ujar dia.
Berdasarkan data yang dimiliki Pemkab Nias Barat, dalam sehari rata-rata hanya ada tiga pasangan yang menikah dan telah mendapatkan pendampingan 315 orang yang tergabung dalam tim pendamping keluarga (TPK).
Hasto juga menekankan faktor lain penyebab stunting yang perlu diperhatikan, salah satunya sanitasi, misalnya air bersih dan jamban, karena dari data verifikasi dan validasi keluarga berisiko stunting, air bersih di beberapa kecamatan di Nias Barat masih belum layak minum.
"Biasanya sering diare karena air tidak bersih. Begitu berat badan naik, pasti turun lagi karena diare, maka faktor air bersih penting sekali," tuturnya.
Faktor lain yang mempengaruhi stunting, sambung dia, yakni 4 terlalu atau 4T (terlalu muda, terlalu tua, terlalu dekat, dan terlalu banyak anak).
Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, prevalensi stunting di Nias Barat yakni 29,4 persen.
Hasto juga mengapresiasi berbagai upaya Bupati Nias Barat karena sudah menyerap anggaran dana alokasi khusus (DAK) dan bantuan operasional keluarga berencana (BOKB) dengan baik.
Baca juga: BRIN ingatkan potensi ikan untuk mengatasi stunting
Baca juga: BKKBN usulkan topik stunting jadi bahasan debat capres/cawapres 2024
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024