Kunjungan ke luar negeri Presiden RI selama tujuh hari kali ini memiliki arti strategis bagi kepentingan nasional Indonesia utamanya di bidang ekonomi,"
Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dijadwalkan melakukan serangkaian kunjungan kenegaraan ke Kazakhstan dan Polandia serta kunjungan kerja ke Rusia pada 1--7 September 2013.
"Kunjungan ke luar negeri Presiden RI selama tujuh hari kali ini memiliki arti strategis bagi kepentingan nasional Indonesia utamanya di bidang ekonomi," kata Staf Khusus Presiden Bidang Hubungan Internasional Teuku Faizasyah dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Kunjungan Presiden ke Astana, Kazakhstan dilakukan atas undangan Presiden Nursultan Nazarbayev dan merupakan kunjungan balasan terhadap kunjungan Presiden Nazabayev.
Selama di Astana, menurut Faizasyah, Presiden Yudhoyono akan melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Nazarbayev dan membahas sejumlah bidang kerja sama antara lain terkait kerja sama perdagangan dan investasi, ketahanan pangan dan energi, sosial budaya, dan kerja sama pendidikan.
Presiden Yudhoyono dan Presiden Kazakhstan juga dijadwalkan akan menyaksikan penandatanganan lima Nota Kesepahaman di bidang ekonomi, penanggulangan terorisme, pencucian uang dan pembiayaan terorisme, kebudayaan, serta pendidikan dan pelatihan diplomatik.
Selain itu, Presiden juga dijadwalkan bertemu dengan Perdana Menteri Kazakhstan Serik Akhmetov dan pelaku bisnis utama Kazakhstan.
Menurut Faizasyah, Kazakhstan merupakan negara di kawasan Asia Tengah yang terus mencatat pertumbuhan ekonomi yang positif dan menghasilkan beragam produk-produk pertanian, khususnya gandum dan kaya akan sumber daya alam, utamanya minyak dan gas.
Ia menilai Indonesia dapat membangun kerja sama yang saling menguntungkan di bidang perdagangan, serta ketahanan energi dan pangan.
Dari Kazakhstan, Presiden Yudhoyono beserta rombongan bertolak menuju Warsawa, Polandia guna memenuhi undangan yang disampaikan oleh Presiden Polandia.
Kunjungan itu, menurut Faizasyah, merupakan kunjungan ketiga kalinya yang dilakukan oleh Presiden Republik Indonesia ke Polandia sejak dibukanya hubungan diplomatik pada tahun 1955. Kunjungan pertama dilakukan oleh Presiden Soekarno tahun 1959 dan yang kedua oleh Presiden Megawati Soekarpoputri pada tahun 2003.
Selama di Polandia, Presiden RI dijadwalkan melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Polandia Bronis`aw Komorowski, Perdana Menteri Polandia Donald Tusk, dan Ketua Senat Polandia Bogdan Borusewicz.
Bidang-bidang kerja sama yang akan dibahas pada pertemuan bilateral dengan Presiden Polandia, menurut Faizasyah, utamanya adalah kerja sama di bidang perdagangan dan investasi, pertambangan, energi dan lingkungan hidup, serta pertahanan dan keamanan.
Pada kesempatan kunjungan kenegaraan itu akan ditandatangani nota kesepahaman di berbagai bidang, di antaranya di bidang perikanan, pertanian, perdagangan, investasi, pertambangan, dan pendidikan serta perjanjian bebas visa bagi pemegang paspor dinas dan diplomatik.
Faizasyah menyebut Polandia sebagai mitra dagang terbesar ketiga Indonesia di kawasan Eropa Tengah dan Timur. Polandia juga cukup terpandang dalam pengembangan teknologi ramah lingkungan.
Ia menilai selain memanfaatkan posisi strategis Polandia di kawasan Eropa Tengah dan Timur, Indonesia dapat membangun kerja sama di bidang teknologi ramah lingkungan sejalan dengan kebijakan pro lingkungan yang dimajukan pemerintah.
Kunjungan terakhir adalah ke St. Petersburg, Rusia untuk menghadiri Pertemuan Puncak ke-8 G20.
KTT G-20 di bawah Presiden Federasi Rusia akan membahas empat isu utama yakni pertumbuhan ekonomi dan stabilitas keuangan, pembangunan berkelanjutan bagi semua, pertumbuhan ekonomi lapangan kerja dan investasi, serta pertumbuhan ekonomi dan perdagangan.
Bersama para pemimpin G-20 lainnya, menurut Faizasyah, Presiden Yudhoyono juga akan menghadiri dialog informal G-20 dengan Business 20 (B20) dan Labor 20 (L20) yang akan membahas "upaya mempromosikan pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja".
Menurut Faizasyah, dalam KTT G-20 kali ini, Indonesia terus mengedepankan pembangunan berkelanjutan dan keuangan inklusi yang menjadi isu utama bagi negara-negara berkembang.
"Sejak KTT pertama di Washington DC, AS pada tahun 2008 Indonesia telah memperjuangkan dimasukkannya agenda pembangunan dalam pembahasan G-20," katanya.
(G003/Z002)
Pewarta: GNC Aryani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013