Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antar-bank Jakarta, Kamis pagi, merosot menjauhi level 9.100 per dolar AS menjadi 9.132/9.137 per dolar AS dibanding penutupan hari sebelumnya 9.100/9.110 atau turun 32 poin. Analis Valas PT Bank Mega Tbk Adrian, Kamis, mengatakan sentimen pasar terhadap rupiah sepanjang pekan ini negatif, karena pertumbuhan ekonomi nasional yang masih melambat. Melambatnya ekonomi itu dari berbagai faktor terlihat, seperti perbankan belum mampu menyalurkan kreditnya sesuai dengan target, bahkan Bank Indonesia (BI) meminta perbankan untuk merevisi rencana kerjanya kembali pada tahun ini. Selain itu, investasi asing sampai saat ini masih belum berkembang dengan baik, karena berbagai faktor masih belum dapat menjamin keberadaannya di dalam negeri dan sektor riil yang masih berjalan di tempat, tuturnya. Hambatan yang paling utama bagi ekonomi nasional, menurut dia, terjadi bencana alam seperti gempa dan tsunami yang terjadi di berbagai daerah Indonesia yang sedikit banyak menghambat program pembangunan pemerintah. Karena itu, rupiah sangat sulit untuk bisa menguat, karena peranan pasar saat ini didominasi oleh aksi beli dan jual oleh investor bukan faktor fudanmental ekonomi dimana ekspor Indonesia pada Juni lalu mencapai rekor tertinggi, katanya. Namun, lanjutnya, peluang rupiah untuk menguat akan terjadi apabila bank sentral AS (The Fed) menurut rencana akan menunda kenaikan suku bunga AS, melihat indikator ekonomi AS cenderung membaik, seperti laporan tenaga kerja AS yang meningkat. Apalagi pasar saham Asia juga cenderung menguat, setelah adanya laporan bahwa stok cadangan minyak AS membaik dan berkurangnya kekhawatiran atas suku bunga AS itu, katanya. Dia mengemukakan rupiah ketika pasar dibuka langsung melemah hingga di posisi 9.128 per dolar AS, namun menjelang akhir penutupan pasar sesi pagi kembali melemah, sehingga posisinya berubah menjadi 9.132 per dolar AS. "Kami memperkirakan rupiah akan terus terpuruk, sehingga mata uang lokal itu pada penutupan sore nanti akan mendekati level 9.200 per dolar AS," katanya. Sementara itu, dolar AS terhadap yen melemah, karena pelaku pasar menunggu keluarnya data tenaga kerja AS yang diperkirakan meningkat dibanding sebelumnya yang mencapai 142 ribu orang pada Juli lalu dibanding bulan Juni yang tercatat 121.000 orang. Melemahnya ekonomi makin terlihat dengan tertekannya usaha mikro kecil menengah (UMKM) dan koperasi yang tengah menghadapi tekanan akibat bencana. "Dampak bencana alam bagi kelangsungan bisnis koperasi dan UMKM sifatnya asimetris dibanding usaha besar," kata Menko Ekuin, Boediono. Menurut dia, UMKM dan koperasi umumnya menghadapi persaingan yang lebih ketat dan kemampuan modal yang kecil sehingga tidak mampu menyisihkan marjin keuntungannya untuk membayar asuransi atau menyisihkan cadangan untuk menghadapi kondisi tidak terduga seperti bencana. Akibatnya, praktis semua risiko akibat bencana harus ditanggung sendiri oleh mereka, sehingga perlu dicari upaya-upaya untuk menjaga agar kinerja UMKM dan koperasi dapat menghadapi tekanan seperti saat ini. Kondisi demikian membuat laju pertumbuhan sektor UMKM dan koperasi yang diukur dari PDB, ternyata lebih lambat ketimbang sektor usaha besar, katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2006