Kualitas kepemimpinan, kecerdasan, serta visi dan kebijakan yang jelas sangat diutamakan oleh kalangan menengah dan generasi muda dalam memilih seorang Presiden

Jakarta (ANTARA) - Populix, lembaga riset dan penyedia data meluncurkan studi bertema "Ekspektasi Pemilih Muda pada Pemilihan Presiden 2024", dan menyimpulkan bahwa kualitas kepemimpinan paling memengaruhi pemilih muda (generasi Z dan milenial) dalam menentukan pilihan pada Pemilu 2024.

"Kualitas kepemimpinan, kecerdasan, serta visi dan kebijakan yang jelas sangat diutamakan oleh kalangan menengah dan generasi muda dalam memilih seorang Presiden," kata Head of Social Research Populix Vivi Zabkie di Jakarta, Rabu.

Berdasarkan hasil survei Populix, lima karakteristik utama dalam menilai seorang pemimpin yakni kualitas kepemimpinan (82 persen), visi dan kebijakan yang jelas (76 persen), kecerdasan (76 persen), kemampuan memecahkan masalah (72 persen), dan integritas (69 persen).

Di sisi lain, masyarakat keturunan campuran China-Indonesia dan nonmuslim mencari presiden yang dapat diandalkan, dan tidak memandang agama atau ras.

Adapun platform media sosial menjadi sumber informasi utama bagi sebagian besar masyarakat untuk mengakses informasi tentang pasangan calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres), dan di ranah inilah sering terjadi diskusi dinamis dan pertukaran wawasan politik.

Selain itu, keluarga, lingkungan sosial, kegiatan kampanye, dan komunitas juga turut memainkan peran penting dalam membentuk pandangan pemilih terhadap kandidat.

Baca juga: KPU: 60 persen dari 204 juta pemilih adalah generasi muda

Baca juga: KPU nilai masyarakat kini lebih teredukasi dan tak mudah dibodohi

"Namun, skeptisisme tetap muncul di kalangan kedua generasi karena narasi pemberitaan di media massa, observasi langsung, dan diskusi lokal termasuk dengan keluarga, kolega, dan teman. Kesenjangan antara realita dan janji kampanye, kampanye yang dianggap tidak sehat, serta kurangnya transparansi informasi menjadi faktor utama yang memicu skeptisisme ini," ujar Vivi.

Ia menjelaskan, dampak skeptisisme tersebut akhirnya memunculkan partisipasi selektif dalam pemilu dan pertimbangan untuk golput.

Vivi menambahkan selain perbedaan generasional, faktor-faktor lain yang memengaruhi keputusan pemilih antara lain status sosial-ekonomi, suku dan budaya, tingkat pendidikan, dan usia.

"Setiap faktor ini memiliki dampak unik dalam membentuk preferensi politik dan perilaku pemilih. Dalam menyongsong pemilu yang akan datang, pemahaman mendalam terhadap perbedaan aspirasi dan faktor-faktor yang memengaruhi keputusan pemilih menjadi kunci strategis bagi para kandidat dan tim kampanye mereka untuk menciptakan pendekatan yang lebih tepat sasaran," tuturnya.

Adapun penelitian Populix ini dilakukan pada 31 Agustus hingga 12 September 2023 melalui pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan melalui 16 diskusi kelompok terpumpun kepada milenial dan gen Z berusia 17 tahun ke atas di kota besar dan kecil di Indonesia.

Sedangkan untuk pendekatan kuantitatif, dilakukan melalui survei dalam jaringan melalui aplikasi Populix terhadap total 1.000 responden laki-laki dan perempuan berusia 17-39 tahun di Indonesia, dengan durasi pengerjaan survei sekitar 15 menit.

Baca juga: Pemilih muda harap presiden terpilih terus buka ruang diskusi publik

Baca juga: Pengamat: Keterlibatan anak capres jadi strategi gaet pemilih muda

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024