Sejak tahun 2014 hingga 2023 Indonesia selalu melakukan impor beras dan cenderung meningkat jelang pemilu.
Jakarta (ANTARA) - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah menyebut tidak ada swasembada beras pada masa Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pernyataannya itu merespons Calon Wakil Presiden (Cawapres) Gibran Rakabuming Raka yang menyatakan Indonesia telah mencapai swasembada beras pada 2019 hingga 2022, saat debat cawapres keempat, Minggu (21/1).
“Sebagai anggota DPR, yang memiliki tanggung jawab pengawasan, saya ingin menyampaikan kondisi seobjektif mungkin, agar persoalan pangan rakyat tidak menjadi komoditas elektoral, serta tidak berbasis pada data yang tidak benar,” kata Said, di Jakarta, Selasa.
Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), ujar dia lagi, sejak tahun 2014 hingga 2023 Indonesia selalu melakukan impor beras dan cenderung meningkat jelang pemilihan umum (pemilu). Misalnya, pada 2018 atau satu tahun menjelang Pemilu 2019, impor beras melonjak jadi 2,25 juta ton, dari tahun 2017 yang terdata sekitar 305 ribu ton.
Hal serupa juga terjadi menjelang Pemilu 2024. Impor beras pada tahun 2023 mencapai 3,06 juta ton, naik 613,61 persen dibandingkan 2022.
Menurut Said, lonjakan tersebut tidak memiliki relevansi dengan fenomena El Nino.
“Bahwa benar pada tahun 2023 lalu Indonesia mengalami El Nino, musim kering yang agak panjang, namun masa ini berlangsung kurang dari 4 bulan,” ujar dia pula.
Meski terdapat kebutuhan untuk menutup pasokan beras bila terjadi gagal panen, namun data BPS menunjukkan produksi gabah kering giling (GKG) pada 2023 berpotensi lebih tinggi dibandingkan 2022, di mana capaian GKG per Oktober 2023 mencapai 53,63 juta ton, sementara capaian sepanjang 2022 tercatat 54,75 juta ton.
Di samping itu, produksi beras pada tahun 2022 sebanyak 31,5 juta ton, dan periode Januari-Oktober 2023 mencapai 30,9 juta ton, yang menunjukkan masih ada peluang perubahan data produksi beras sampai Desember 2023.
“Jadi sangat tidak tepat kalau El Nino dijadikan rujukan untuk mengungkapkan kebutuhan impor beras dengan skala masif, terbesar dalam sejarah republik ini berdiri. Saya melihat ada indikasi ketidakwajaran dalam hal besarnya volume impor beras pada tahun 2023,” kata Said lagi.
Dia berharap para kandidat capres dan cawapres dapat menyajikan data yang jujur saat ajang kontestasi politik. Terlebih, dalam konteks beras, komoditas tersebut merupakan makanan pokok sehingga menyangkut hajat hidup orang banyak.
“Oleh sebab itu, urusan beras, data dan kebijakannya jangan dijadikan komoditas politik elektoral, apalagi jika disampaikan dengan tidak jujur, tentu hal itu tidak baik. Bagi pemimpin, berani jujur itu bukan kehebatan, tetapi keharusan, sebab kata-kata dan perbuatannya berpengaruh luas kepada rakyat,” ujar dia lagi.
Sebelumnya, Cawapres nomor urut dua Gibran Rakabuming Raka mengklaim bahwa Indonesia sebenarnya sudah swasembada beras sejak 2019 hingga 2022.
“Karena ini masalah pangan impor, 2019 sampai 2022 kita sebenarnya sudah swasembada beras. Tahun 2023, kita ada impor karena El Nino. Ini juga terjadi di belahan dunia,” kata Gibran, saat debat keempat cawapres, Minggu (21/1).
Baca juga: Swasembada beras sebagai “harga mati” bagi pertanian Indonesia
Baca juga: Gibran sebut Indonesia sudah swasembada beras 2019-2022, benarkah?
Pewarta: Imamatul Silfia
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024