New York (ANTARA News) - Pasar saham global merosot dan harga minyak naik pada Selasa, karena Barat mendekati aksi militer untuk menghukum Suriah atas tuduhan serangan terhadap warga sipil dengan menggunakan senjata kimia.

Kerugian di pasar saham utama Eropa dan bursa Nasdaq AS melampaui dua persen, sedangkan ukuran lebih luas di AS, indeks S&P 500 menyerah 1,6 persen dan Dow Jones Industrial Average turun 1,1 persen, lapor AFP.

Pasar-pasar negara berkembang, sudah di bawah serangan dari perlambatan pertumbuhan dan arus keluar modal besar, juga terpukul keras dengan kerusakan melebihi tujuh persen di Dubai.

Yen menguat sebagai mata uang "safe haven" (tempat berlindung yang aman), tetapi dolar dan euro bertahan karena para pedagang valuta asing membuang mata uang lebih rendah.

Amerika Serikat, Prancis dan Inggris meningkatkan peringatan mereka bahwa Damaskus harus bertanggung jawab atas serangan 21 Agustus, yang mengakibatkan ratusan orang tewas dari apa yang diyakini menggunakan gas kimia terlarang.

Menteri pertahanan AS mengatakan pasukannya siap untuk melancarkan serangan terhadap rezim Suriah, di tengah meningkatnya seruan Barat dan Arab untuk bertindak.

"Kami siap. Kami telah memindahkan aset-aset di tempat untuk dapat memenuhi dan sesuai dengan opsi apapun yang presiden akan ambil," Menteri Pertahanan AS Chuck Hagel mengatakan dari Brunei.

Suriah menanggapi dengan sikap menantang sementara sekutunya Iran memperingatkan bahwa serangan oleh AS dan sekutunya akan mengancam stabilitas dan keamanan kawasan.

"Ini pasti tidak akan menjadi kepentingan mereka mengipasi kekerasan," kata Menteri Pertahanan Iran Hossein Dehqan.

Pasar-pasar di Asia Timur turun moderat karena retorika mulai memanas. Tetapi ancaman-ancaman itu mengambil tol, dengan saham Singapura kehilangan 1,6 persen, Indonesia turun 3,7 persen dan indeks utama Bombay jatuh 3,2 persen.

Saham di Turki, yang berbatasan dengan Suriah dan telah melihat arus masuk pengungsi besar-besaran akibat perang saudara, turun 4,7 persen dan lira merosot ke rekor terendah meskipun bank sentral memperingatkan pihaknyamemiliki dana perjuangan 40 miliar dolar AS untuk mempertahankan mata uangnya.

Kerusakan berat di Eropa termasuk: saham unggulan Eurostoxx 50 jatuh 2,6 persen, DAX 30 di Frankfurt turun 2,3 persen, dan indeks CAC 40 di Paris turun 2,42 persen.

Indeks FTSE di London turun lebih baik, menyusut 0,8 persen.

"Pasar-pasar di Eropa jatuh hari ini, karena Suriah terkait dengan penyebaran penghindaran risiko," kata pedagang Anita Paluch di Gekko Markets.

"Prospek dari aksi militer dalam kaitannya dengan penggunaan senjata kimia jelas meredam selera risiko."

Di AS, Nasdaq dilanda aksi jual, kehilangan 2,2 persen, dengan saham teknologi berkapitalisasi besar turun tajam: Apple (-2,9 persen), Facebook (-4,1 persen) dan Microsoft (-2,6 persen).

Momok konflik yang tinggi menambah kekhawatiran atas lemahnya pertumbuhan ekonomi global, yang telah memicu arus keluar modal dari negara-negara berkembang utama.

"Setiap perubahan potensial dalam keseimbangan kekuasaan dalam perang sipil Suriah menimbulkan ketidakpastian baru bagi pasar keuangan dan komoditas," kata Paul Christopher dari Wells Fargo Advisors.

Harga minyak terdorong naik -- memperburuk kerusakan dari penurunan mata uang non-dolar di negara-negara berkembang -- di tengah kekhawatiran kemungkinan gangguan produksi dan pengiriman di wilayah Timur Tengah.

Kontrak berjangka New York, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober melompat 3,09 dolar AS mencapai 109,01 dolar AS per barel, sebuah tingkat yang terakhir terlihat pada Februari 2012.

Di London, minyak mentah Brent mencapai harga tertinggi dalam enam bulan, mencapai 114,36 dolar AS, naik 3,63 dolar AS dari Senin.

Suriah bukanlah produsen minyak yang signifikan, namun lokasinya yang berdekatan dengan Irak telah menjadi penting, di samping kekuatan minyak dan gas Teluk.

Sementara masalah terpisah di Libya terus mengurangi produksi pada Senin, menambah memperketat pasokan pasar jangka pendek.

Namun, beberapa analis mengatakan ada banyak pasokan di pasar untuk meredam harga, baik dari Amerika Utara maupun Arab Saudi.

"Libya dan Irak pada saat ini keduanya akan terus menimbulkan masalah dengan tingkat produksi mereka, tetapi volume agregat yang hilang masih mungkin dapat dikelola," kata Greg Priddy di Eurasia Group.

"Volume dari gangguan aktual di Libya dan Irak tetap tidak mencukupi untuk mengimbangi kecenderungan lebih banyaknya persediaan dari melonjaknya produksi di Amerika Utara."


Penerjemah: Apep Suhendar

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013