Jakarta (ANTARA) - Seiring masuknya vaksin dengue sebagai bagian dari rekomendasi pencegahan demam berdarah dengue (DBD) pada anak dan dewasa, pembahasan seputar khususnya efektivitas hingga efek samping vaksin pun mengemuka, salah satunya oleh Guru Besar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof. Dr. dr. Hartono Gunardi, Sp.A(K).
Dia berpendapat vaksin sebagai salah satu strategi nasional Indonesia dalam pencegahan DBD perlu diberikan pada kelompok masyarakat yang berisiko. Data menunjukkan DBD menyerang anak usia 5-14 tahun, dengan angka kematian pada kelompok usia anak di bawah 14 tahun berkisar antara 66 persen.
Di sisi lain, anak-anak rentan terinfeksi dengue karena mereka berada dekat dengan populasi nyamuk Aedes aegypti. Selain itu, waktu aktif nyamuk bersamaan dengan jadwal aktivitas anak-anak pada umumnya, yaitu pada siang hari dengan puncaknya pukul 08.00–13.00 serta 15.00–17.00.
Baca juga: Vaksin DBD kini dapat dilakukan di Indonesia, apa syaratnya?
Baca juga: Kemenkes jadikan wolbachia topik utama "Asean Dengue Day" 2023
Oleh karena itu, IDAI mengeluarkan rekomendasi vaksinasi dengue bagi anak-anak, yang berisi empat antigen dari empat serotip virus dengue sejak tahun 2020, walau kala itu vaksin yang tersedia merupakan generasi pertama. Saat ini, vaksin dengue yang tersedia yakni TAK-003.
Kemudian, merujuk rekomendasi Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) vaksin dapat diberikan pada anak usia 6 tahun hingga dewasa berusia 45 tahun, mengingat proteksinya mulai baik usia 6 tahun dibandingkan pada anak di bawah umur itu. Menurut Hartono vaksin diberikan mulai usia 6 tahun mengingat daya tahan tubuhnya lebih baik ketimbang anak pada usia di bawah itu.
Merujuk penelitian di delapan negara termasuk Asia Tenggara dan Amerika Latin dengan melibatkan lebih dari 28.000 orang. Hasil uji klinis fase 3 memperlihatkan vaksin dengue bisa melindungi terhadap penyakit dengue yang memerlukan rawat inap sebanyak 84 persen.
Kemudian, kekebalan yang ditimbulkan berbeda antara orang yang sudah pernah terinfeksi dengue dan belum terkena. Pada yang pernah terinfeksi dengue, perlindungan vaksin lebih tinggi yakni sebanyak 86 persen. Sementara pada mereka yang belum terinfeksi dengue perlindungannya sebanyak 79 persen.
Menurut data, secara keseluruhan, perlindungan terhadap penyakit dengue mencapai 61 persen, sampai dengan 4,5 tahun setelah pemberian dosis kedua dengan interval tiga bulan.
"Hasil ini konsisten dan tidak ada peningkatan risiko terjangkit demam berdarah yang lebih berat pada orang-orang yang telah mendapatkan vaksin ini," kata Hartono yang juga menjabat sebagai Ketua Satuan Tugas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia itu.
Lalu, berbicara efek samping, dikatakan Hartono, ini antara lain nyeri pada tempat suntikan, sakit kepala, lemas, nyeri otot dan demam dengan risiko kurang dari 10 persen. Tidak ada bukti yang menyatakan orang-orang yang pernah divaksin dengue bila terkena dengue akan menjadi lebih berat dan tak ada efek samping berbahaya usai seseorang divaksin.
Baca juga: BPOM terbitkan izin edar vaksin Qdenga untuk penyakit dengue
Masih berbicara tentang vaksin dengue, perwakilan dari Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Prof. Dr. dr. Erni Juwita Nelwan, SpPD-KPTI, PhD senada dengan Hartono mengatakan vaksin dapat membantu memberikan perlindungan lebih baik dari ancaman keparahan DBD.
Menurut dia, perlindungan yang diberikan akan lebih optimal bagi seluruh anggota keluarga, khususnya yang memiliki penyakit penyerta. Seseorang yang mempunyai penyakit penyerta seperti diabetes dan hipertensi lalu terkena demam dengue berisiko lebih tinggi menjadi dengue berat bila dibandingkan mereka yang tidak punya penyakit penyerta.
Kasus DBD di Indonesia diketahui meningkat seiring dengan pergantian iklim. Biasanya mulai naik di bulan November, dan puncaknya terjadi sekitar bulan Februari, apalagi dengan suhu panas yang sekarang dibawa oleh El Nino seperti yang diungkapkan Wakil Menteri Kementerian Kesehatan Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD., Ph.D. Merujuk data Kementerian Kesehatan, situasi dengue di Indonesia menunjukkan angka kasus mencapai 98.071 pada tahun 2023, dengan 764 angka kematian, sementara pada tahun 2022 yakni 143.176 kasus dengan angka kematian mencapai 1.236.
Demam berdarah dengue atau DBD juga menjadi salah satu penyakit yang perlu diwaspadai masyarakat di Indonesia terlebih pada musim hujan saat ini. Hujan dapat menyebabkan genangan termasuk di wadah-wadah bekas yang disimpan di dekat rumah dan menjadi lokasi berkembang biak nyamuk Aedes aegypti pembawa virus dengue.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonuwu mengatakan Pemerintah melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 berkomitmen untuk mengendalikan DBD sebagai bagian dari strategi peningkatan pengendalian penyakit.
Pengendalian ini mencakup aktivitas seperti pencegahan dan pengendalian faktor risiko penyakit, penguatan health security, peningkatan cakupan penemuan kasus dan pengobatan, serta pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian penyakit dan penguatan sanitasi total berbasis masyarakat.
Pada tingkat individu, selain melalui vaksinasi, bisa juga dengan menerapkan 3M Plus meliputi menguras tempat penampungan air, menutup tempat penampungan air, mendaur ulang berbagai barang yang memiliki potensi untuk dijadikan tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti serta penggunaan abate.
Lalu, Plus antara lain menanam tanaman yang dapat menangkal nyamuk, memelihara ikan pemakan jentik nyamuk dan menggunakan obat anti-nyamuk.
Baca juga: Dirut BPJS Kesehatan sebut vaksinasi DBD di luar tanggungan JKN
Baca juga: Vaksin dengue sudah ada, ini batas usia penerimanya
Baca juga: Takeda dan Good Doctor berkolaborasi perluas layanan vaksinasi DBD
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2024