Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Agung (MA) seakan masih menegaskan adanya konflik berkepanjangan antara lembaga peradilan tertinggi di Indonesia itu dengan Komisi Yudisial (KY). MA adalah satu-satunya lembaga tinggi negara yang tidak menghadiri acara peringatan satu tahun terbentuknya Komisi Yudisial (KY) di Hotel RedTop, Jakarta, Rabu. Pimpinan lembaga tinggi negara lain yang diundang KY terlihat menghadiri acara, seperti KPK yang diwakili oleh Wakil Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean. Bahkan, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menyempatkan hadir pada awal acara meski ia harus memimpin sidang di MK. Sedangkan Departemen Hukum dan HAM, Departemen Dalam Negeri, Pemprov DKI Jakarta, mengirim perwakilannya. Koordinator ICW, Teten Masduki, menilai ketidakhadiran Ketua MA atau perwakilannya itu sebagai bentuk perlawanan terhadap eksistensi KY. "Ini jelas perlawanan terhadap KY sebagai simbol perubahan peradilan dengan cara mengabaikan eksistensi KY," katanya. Bahkan Teten menyebut ketidakhadiran MA itu sebagai perlawanan yang nyata dan tidak tahu malu terhadap keinginan untuk mereformasi dunia peradilan. "Seharusnya KY membuat seminar ini di MA agar Ketua MA atau wakilnya bisa hadir," ujarnya. Namun, Ketua KY Busyro Muqoddas tampak tenang menanggapi ketidakhadiran Ketua MA atau perwakilannya pada acara tersebut. Sebaliknya, ia masih optimistis KY dan MA masih memiliki peluang untuk berdiaog. "Saya kira belum ada jalan buntu dialog dengan MA," ujarnya. Busyro memaparkan di masa-masa mendatang, KY akan bekerjasama dengan MA untuk program peningkatan kualitas hakim. Ia juga mengatakan KY berinisiatif untuk mengadakan pertemuan segitiga dengan MA dan MK guna membicarakan kode etik hakim. Namun, untuk urusan wilayah kewenangan atau yuridiksi pengawasan hakim yang saat ini masih jadi perdebatan antara MA dan KY, Busyro memilih untuk menyerahkannya kepada DPR. "Masalah kewenangan atau yuridiksi biar selesai saja di revisi UU agar jangan sampai terabaikan kepentingan-kepentingan bersama kita yang lain," katanya. Karena KY dan MA masing-masing telah menyiapkan tim untuk merevisi UU KY dan UU MA, Busyro mengatakan langkah untuk membawa masalah yuridiksi itu ke DPR justru lebih elegan dibanding hanya terus berdebat.

Copyright © ANTARA 2006