New York (ANTARA News)<.b> - Dihadiri hanya keluarga dan sahabat dekatnya serta sejumlah warga Indonesia, jenazah Indonesianis, Prof. Daniel S. Lev dikremasi, di Seattle, Washington, AS, Selasa pagi waktu setempat. "Suami saya memang sudah berpesan kepada saya jika ia meninggal dunia nanti agar jenazahnya dikremasi," tutur Arlene Lev (69), istri Daniel Lev kepada ANTARA News. Meski hanya dihadiri oleh keluarga dan kerabat dekatnya, Arlene Lev mengatakan hari Jumat akan degelar suatu "memorial service" atau upacara peringatan mengenang suaminya itu di Universitas Washington, tempat Prof. Daniel Lev mengajar. Acara itu terbuka untuk publik. Sejak didiagnosa menderita penyakit kanker paru-paru Januari tahun ini, menurut Arlene, kondisi kesehatan suaminya itu kian melemah. Namun demikian, semangatnya untuk terus mempromosikan Indonesia tak pernah padam. Di hari-hari terakhir hidupnya, Prof. Lev masih berupaya menyelesaikan bukunya tentang Yap Thiam Hien, ahli hukum dan pejuang hak-hak asasi manusia pada tahun 1960-an. Tapi, masih ada dua bab yang tertinggal ketika Lev meninggal. Arlene menuturkan sesaat sebelum suaminya meninggal dunia, seorang sahabat lamanya yang juga pengajar di Universitas Cornell, Prof. Ben Anderson, duduk di sisi tempat tidur Lev. Saat itu Anderson membisikkan kata-kata agar Prof. Lev tak perlu mengkhawatirkan tentang bukunya itu, dan memastikan buku itu selesai pada akhirnya. Setelah mendengarkan itu, Prof. Lev berpaling, lalu menghembuskan nafasnya yang terakhir dengan tenang. Daniel Lev yang wafat Sabtu, 29 Juli, pada usia 72 tahun, meninggalkan dua orang anak, Louis Lev dan Claire Murata serta tiga orang cucu. Tapi tak satu pun dari anak-anaknya yang mengikuti jejak sang ayah menjadi ilmuwan dan Indonesianis. Arlene mengatakan anak laki-laki mereka berprofesi sebagai musisi yang kini bergabung dalam Pittsburgh Symphony Orchestra, sementara anak perempuannya memilih menjadi pustakawan. Arlene menambahkan kedua anaknya sangat mengagumi Indonesia apalagi mereka pernah mengenyam pendidikan di Indonesia selama beberapa tahun. Cinta Indonesia Tak hanya di Indonesia, di Seattle, pun Prof. Lev sangat dicintai masyarakat Indonesia yang tinggal di wilayah tersebut. Lev kerap menghadiri acara-acara yang diselenggarakan masyarakat Indonesia di sana, termasuk peringatan Hari Kemerdekaan RI. Ia juga sangat senang kalau mendapat kunjungan dari teman-temannya di Indonesia. "Kami sangat bersyukur memiliki Daniel Lev di Amerika. Dia itu bagi kami sudah seperti Duta Besar RI di sini," kata Cipung Noer, warga Indonesia yang sudah 12 tahun menetap di Seattle dan mengenal Dan Lev dengan baik. Menurut dia, Lev sosok luar biasa hebat dalam mempromosikan Indonesia di Amerika, melebihi orang Indonesianya sendiri. Ia dan keluarganya juga sangat akrab dengan masyarakat Indonesia di Seattle, termasuk dengan mahasiswa. Seorang Indonesia lainnya yang telah mengenal Lev selama belasan tahun, Ismail, mengungkapkan "Jangan pernah berbicara buruk tanpa dasar tentang Indonesia kepada Pak Dan (begitu dia juga sering disapa)." Kalau ada orang yang bicara begitu, maka Daniel Lev pasti langsung menceramahi panjang lebar dengan penjelasan ilmiahnya. "Kalau sudah berbicara politik, Dan Lev bisa sampai pagi sambil ditemani kopi dan rokok," katanya. Kecintaan Daniel Lev pada Indonesia dimulai sejak ia masih berusia 20-an tahun. Ketika itu lelaki kelahiran Youngstown, Ohio, dan pernah menjadi petinju yang merebut kejuaraan Sarung Emas, baru saja memulai studi doktoral di Unversitas Cornell. Ia begitu kagum dengan politik di Indonesia. Pada tahun 1959, Dan Lev mengajak istrinya untuk mengunjungi Indonesia. Perjalanan laut menuju ke Indonesia itu ditempuh dalam waktu 28 hari dengan menggunakan kapal barang milik Denmark, tutur Arlene. Di Indonesia mereka menetap selama tiga tahun. Pengalaman hidup di Indonesia itulah yang akhirnya membuat Dan Lev lancar berbahasa Indonesia. Sekembalinya dari Indonesia pada tahun 1970, Dan Lev mengajar di Unversitas California di Berkeley selama lima tahun. Namun karena pendirian kerasnya yang menentang perang Vietnam kala itu membuat Dan Lev kehilangan pekerjaannya di universitas bergengsi tersebut. Setelah itu Dan Lev pindah mengajar di Universitas Washington, Seattle, hingga pensiun tahun 1999. Setelah pensiun dari Universitas Washington, Dan Lev melanjutkan mengajar di Universitas Leiden, Belanda, dan Harvard Law School. Di kedua universitas itu Dan Lev mengajar studi hukum Asia Tenggara dan HAM. Sebelum meninggal dunia, Daniel Lev menyumbangkan sebagian koleksi buku-buku hukum dan manuskripnya ke Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) di Jakarta. Sementara sisanya lagi, menurut istrinya, Arlene Lev, akan disumbangkan ke Universitas Washington. (*)
Copyright © ANTARA 2006