Empat paket kebijakan penyelamatan ekonomi, bukan `omong doang`, tetapi pelaksanaannya memerlukan kebersamaan. Pemerintah sungguh-sungguh akan memangkas perizinan usaha, supaya investasi masuk, perekonomian bergerak, lapangan kerja terbuka, dan indus

Batam (ANTARA News) - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Susilo Siswoutomo menyatakan, pemerintah serius memfasilitasi industri nasional agar kelak menjadi tuan rumah di negeri sendiri, tetapi untuk mewujudkannya memerlukan kebersamaan terutama peran aktif pengusaha serta pemerintah daerah.

"Empat paket kebijakan penyelamatan ekonomi, bukan `omong doang`, tetapi pelaksanaannya memerlukan kebersamaan. Pemerintah sungguh-sungguh akan memangkas perizinan usaha, supaya investasi masuk, perekonomian bergerak, lapangan kerja terbuka, dan industri dengan kandungan dalam negeri sebagai aset bangsa menjadi tuan di negeri sendiri," kata Wamen ESDM Susilo pada perayaan HUT ke-30 PT Citra Tubindo (CT) Tbk di Batam, Kepulauan Riau, Sabtu.

Industri-industri padat karya di sektor penunjang industri hulu migas yang minimal 30 persen produknya untuk ekspor, ia persilakan mengajukan permohonan insentif apa saja dari pemerintah dengan tetap mengedapankan nasionalisme, bukan hanya demi mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.

Pemerintah menyediakan "additional deduction tax", ujar Susilo yang menyatakan sudah mengenal Citra Tubindo sebagai produsen pipa migas sejak dari awal, dan kini ikut bangga sebab sebagai aset bangsa, perusahan tersebut berkembang sebagai industri penunjang dan peralatan migas di laut dan darat di dalam negeri dan mancanegara.

Ia juga meminta kalangan industri penunjang hulu migas nasional, tidak pelit dalam menyediakan dana bagi pendidikan sumber daya manusia sehingga kelak operator di berbagai "riggs" adalah putra-putri Indonesia.

Dalam mengembangkan industri hulu migas, ujarnya, pemerintah-pemerintah daerah perlu berperan bersama pemerintah pusat dalam memangkas mata rantai birokrasi perizinan usaha, maupun pembebasan lahan untuk eksplorasi.

Sekarang ini, pemerintah pusat sedang menyiapkan sistem satu pintu perizinan usaha hulu migas untuk memudahkan investor untuk memulai usaha setelah selama ini harus melalui sekitar 280 perizinan beberapa kementerian dan pemerintah daerah.

Panjangnya proses birokrasi, menyebabkan untuk membebaskan lahan 3 hektare-4 hektare saja, perusahaan pengeboran (eksplorasi) memerlukan waktu satu tahun, padahal pengerjaan pengeborannya sendiri hanya dua bulan selesai.

Ia menjelaskan, pengeboran hanya bertujuan menambah cadangan terbukti. Artinya, tidak langsung akan meningkatkan jumlah "lifting" sebab untuk hal tersebut masih memerlukan proses lanjutan.

Wamen ESDM meminta pemerintah-pemerintah daerah ikut serta menyukseskan pelaksananaan empat paket kebijakan penyelamatan perekonomian dengan membuat peraturan daerah yang sifatnya mempermudah investor sepanjang tidak melanggar undang-undang, tidak melanggar hak asasi manusia, serta dengan tetap mengutamakan keselamatan umum.

Citra Tubindo berdiri di Kabil Batam sejak 1983 sebagai industri penguliran pipa yang kemudian berkembang ke peningkatan kandungan lokal melalui penguasaan perawatan panas bahan mentah, lalu pada tahun 1989 menjadi perusahan publik pertama dari Batam.

Perusahan tersebut kini menyerap 3.000 tenaga kerja, sedangkan produknya 70 persen diekspor ke Amerika Serikat, Amerika Latin, Timur Tengah, Afrika dan Kanada.

Pada paruh pertama tahun ini, produk teknologi rekayasa perusahaan tersebut berupa dua "skidding drilling riggs" (SDR) yang berkapasitas 2.00 tenaga kuda digunakan untuk pengeboran di Lapangan Minyak Banyu Urip ExxonMobil Cepu guna meningkatkan produksi minyak nasional.

"Skidding drilling riggs` itu bukan hanya berkapasitas besar melainkan canggih sebab dapat "berjalan" dari satu lokasi ke lokasi pengeboran lain tanpa harus menurunkan menaranya. "Ini lompatan teknologi melalui Citra Tubindo Engineering," kata Dirut PT Citra Tubindo Tbk, Kris Wiluan.

Kris menyatakan kemajuan yang dialami perusahaan yang dirintis dan hingga kini dipimpinnya, tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang mengutamakan penggunaan produk dalam negeri pada 1983 melalui Menteri Muda Peningkatan Penggunaaan Produk Dalam Negeri, Ginandjar Kartasasmita.
(A013/Z002)

Pewarta: Agustinus Jo Seng Bie
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013