Pemerintah Malaysia menghapuskan 'mandatory death penalty' untuk kasus pidana tertentu seperti kasus narkoba dan pembunuhan ...
Kuala Lumpur (ANTARA) - Kamis (11/1) pagi sidang di bilik bicara dua lantai dua Mahkamah Persekutuan Putrajaya, Malaysia, khusus menyidangkan peninjauan kembali sejumlah kasus vonis hukuman mati dan penjara seumur hidup.
Suhirman Maksom (51), asal Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), terpidana penjara seumur hidup, menjadi salah seorang dari empat warga negara Indonesia (WNI) yang mengikuti sidang itu.
Sekitar pukul 09.00 waktu setempat sidang dimulai. Sejumlah terpidana tampak dihadirkan dalam persidangan. Mereka duduk di dua deretan bangku panjang yang diapit enam deret bangku pengunjung sidang, tiga di sebelah kiri, dan tiga lainnya di sebelah kanan.
Saat persidangan mulai, secara berurutan satu per satu terpidana diminta untuk berpindah duduk di satu bangku panjang lainnya yang ada di depan dua deretan bangku yang sebelumnya mereka duduki.
Bedanya, bangku panjang itu dikelilingi pembatas berupa pagar terbuat dari kayu setinggi kurang dari 1,5 meter. Terlihat pula satu mikrofon di sana, biasanya digunakan untuk terpidana memberikan jawaban jika ditanya majelis hakim.
Selain Suhirman yang hari itu mengenakan kaus lengan pendek berwarna putih dan celana panjang berwarna sama, dalam persidangan maju untuk menghadapi vonis itu ada tiga WNI lain yang juga menjalani sidang.
Ada Fernandez yang menghadapi hukuman mati karena kasus narkoba. Ia ditangkap pada 29 April 2004, dan pada hari itu majelis hakim menjatuhkan vonis 30 tahun penjara sejak tanggal dirinya ditangkap dan ditambah 12 kali cambukan. Pengacara yang ditunjuk Perwakilan RI di Malaysia untuk mendampingi mereka dalam persidangan yakni Selvi Sandrasegaram memperkirakan ia baru bisa bebas sekitar 4 bulan ke depan.
Lalu ada Mohd Nor Fauzi yang juga menghadapi hukuman mati karena kasus narkoba, ditangkap pada 13 Juli 2000, dan hari itu majelis hakim menjatuhkan vonis 30 tahun penjara dari tanggal dirinya ditangkap. Hari itu ia pun bebas, menurut Selvi.
Selanjutnya ada Burhanuddin Bardan yang juga menghadapi hukuman mati, ditangkap 26 Maret 2004 karena kasus narkoba, dan hari itu majelis hakim menjatuhkan vonis 30 tahun penjara dari tanggal dirinya ditangkap dan 12 cambukan. Pengacara memperkirakan ia baru akan bebas sekitar 3 bulan dari vonis terbaru dijatuhkan.
Persidangan Suhirman
Suhirman sebagai pemohon peninjauan kembali (PK) hukuman seumur hidup yang dijatuhkan kepadanya atas pelanggaran berdasarkan Bagian 4 Undang-Undang Senjata Api Tahun 1971 didampingi oleh pengacara yang ditunjuk oleh Perwakilan RI di Malaysia yakni Selvi Sandrasegaram.
Dalam persidangan, pengacara menyampaikan sesuai permohonan bahwa pemohon saat kejadian berusia 21 tahun dan tidak ada korban yang cedera dalam kejadian tersebut saat Suhirman menunjukkan senjata api saat melakukan percobaan perampokan.
Pengacara mengatakan kepada majelis hakim pemohon telah menyatakan insaf dan bertobat, dan hanya sekali mengajukan banding ke Mahkamah Tinggi. Setelah keputusan Mahkamah Tinggi menguatkan keputusan Mahkamah Sesyen, Suhirman tidak pernah mengajukan banding ke Mahkamah Rayuan.
“Dia benar-benar bertobat dan menerima keputusan itu,” ujar pengacara dalam persidangan.
Suhirman telah menjalani hukuman penjara selama 32 tahun dan 10 bulan sejak penangkapan pada 2 Maret 1991, dan telah menerima hukuman cambuk.
“Maka dengan rendah hati kami mohon agar hukuman seumur hidup tersebut diganti dengan hukuman penjara paling sedikit 30 tahun terhitung sejak penangkapan pada tanggal 2 Maret 1991,” demikian permohonan yang disampaikan pengacara Selvi kepada majelis hakim.
Adapun jaksa mengajukan hukuman 20 hingga 40 tahun penjara, dengan menimbang pelanggaran yang dilakukan serta pemohon merupakan warga negara asing.
Ketua Majelis Hakim sempat menanyakan kembali Suhirman menjalani hukumannya. Dan ruang sidang senyap sesaat dalam hitungan kurang dari 45 detik setelah jawaban diberikan oleh pengacara.
“Keputusan kami mengenai hukuman seumur hidup dikesampingkan dan diganti dengan hukuman penjara 32 tahun terhitung sejak tanggal penangkapan pada 2 Maret 1991,” demikian keputusan dari ketua majelis hakim yang memimpin sidang hari itu.
Baik pengacara maupun Suhirman segera mengucapkan terima kasih kepada tiga hakim yang menjalankan persidangan hari itu.
“Terima kasih Yang Arif,” ujar Suhirman kepada majelis hakim di Mahkamah Persekutuan begitu mendengar putusan itu.
Dengan putusan itu maka Suhirman bebas hari itu juga. Hukuman yang ia jalani telah melebihi vonis yang dijatuhkan kepadanya.
Kembali ke Indonesia
Keluarga Suhirman, yakni kakak kandung dan kakak ipar beserta keponakan yang hadir dalam persidangan, tampak begitu gembira dan langsung berdiri menghampiri Suhirman yang diarahkan berjalan meninggalkan ruang sidang.
Suhirman mencium tangan kakaknya, Baharuddin (52) yang dengan cepat memeluk adiknya meski keduanya terhalang batas pagar kayu setinggi kurang dari 1,5 meter yang memisahkan tempat pengunjung dan area sidang.
Suhirman tak mampu membendung tangis dan wajahnya berubah merah usai mencium tangan kakaknya. Dan Baharuddin membalasnya dengan senyuman.
Usai persidangan, Baharuddin yang selalu setia mendampingi sang adik dengan mengunjungi sebulan sekali atau dua kali di penjara mengaku sangat bersyukur. Awalnya dirinya merasa sudah tidak ada harapan bagi sang adik mengingat pernah gagal saat banding di Mahkamah Tinggi.
“Ini alhamdulillah dapat 'rayuan'. Ada pertolongan dari Pemerintah Indonesia,” ujar Baharuddin.
Ia mengaku sudah berulang kali mencoba menasihati adiknya untuk mau mengajukan rayuan atau banding lagi ke pengadilan namun selalu menolak karena sudah pasrah.
Pendekatan dari Konsulat Jenderal Republik Indonesia Johor Bahru yang memfasilitasi Suhirman mengajukan PK akhirnya memberikan harapan baru.
Suhirman yang meninggalkan kampung halamannya sejak 1987 bersama Baharuddin dengan menumpang perahu selama 29 hari dari Sumbawa ke Batam sebelum menyeberang ke Malaysia itu sudah ditunggu kepulangannya oleh kakak dan adik-adiknya di Sumbawa. Orang tua mereka telah lama meninggal, begitu pula dengan dua adik Suhirman. Mereka sembilan bersaudara.
Baharuddin mengatakan tidak mengizinkan lagi adiknya itu pergi dari Indonesia, dan menyarankan untuk usaha di Sumbawa saja.
Reformasi hukum Malaysia
Pemerintah Malaysia menjalankan reformasi hukum dengan mengundangkan Undang-Undang Penghapusan Hukuman Mati Wajib 2023 (UU 846) yang mulai berlaku pada 4 Juli 2023, serta Undang-Undang Hukuman Mati dan Penjara Seumur Hidup (Yurisdiksi Sementara Mahkamah Persekutuan) 2023 (UU 847) pada 12 September 2023.
Pemberlakuan dua UU itu dalam pelaksanaan mekanisme persidangan memungkinkan 1.020 terpidana yang telah dijatuhi hukuman mati dan penjara seumur hidup di Malaysia untuk mengajukan permohonan ke pengadilan untuk meninjau kembali hukuman mereka.
Prioritas penerapan mekanisme itu mencakup faktor-faktor seperti usia narapidana, tingkat kesehatan, dan lamanya narapidana telah menjalani hukuman serta pertimbangan lainnya.
Menteri di Departemen Perdana Menteri (Reformasi Hukum dan Kelembagaan) Malaysia Azalina Othman Said dalam sebuah pernyataan mengatakan pelaksanaan undang-undang itu memberikan kesempatan kedua kepada terpidana yang dijatuhi hukuman mati dan penjara seumur hidup untuk kembali ke masyarakat dan keluarga serta melanjutkan kelangsungan hidupnya sebagai warga negara biasa.
Kehadiran negara
Pemerintah Indonesia melalui perwakilannya di Malaysia menindaklanjuti pemberlakuan dua undang-undang tersebut.
Seluruh Perwakilan RI di Malaysia mendatangi setiap penjara di Malaysia, baik di Semenanjung maupun di Sabah dan Sarawak, untuk mendata WNI yang sedang menghadapi vonis mati dan penjara seumur hidup. Mereka juga mengumpulkan bukti yang dibutuhkan sebagai bahan pendukung proses hukum saat permohonan peninjauan kembali (PK) diajukan.
Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Malaysia Hermono mengatakan sebanyak 78 kasus WNI yang telah inkrah diajukan untuk PK ke Mahkamah Persekutuan. Sebanyak 54 kasus ada di Semenanjung dan 24 kasus di wilayah Sabah dan Sarawak.
Ia mengatakan menyambut baik kebijakan Pemerintah Malaysia yang menghapuskan mandatory death penalty untuk kasus pidana tertentu seperti kasus narkoba dan pembunuhan yang melibatkan sejumlah WNI atau pekerja migran Indonesia (PMI).
Pemerintah Indonesia melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Malaysia telah menunjuk pengacara untuk memberikan pendampingan hukum bagi PMI yang telah dijatuhi hukuman mati dan penjara seumur hidup.
Perwakilan RI di Malaysia juga memfasilitasi pemulangan WNI bagi mereka yang akhirnya bebas dan data pulang ke Indonesia.
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024