B. Braun secara global menargetkan penurunan emisi CO2 sebesar 50 persen hingga tahun 2030.

Karawang (ANTARA) - Perusahaan teknologi medis yang berbasis di Jerman, B. Braun Indonesia meresmikan pengoperasian pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) berkapasitas 1,2 MWp (megawatt peak) di pabrik B. Braun Indonesia, di Cikampek, Karawang, Jawa Barat, Kamis.

“Penggunaan PLTS untuk suplai energi listrik di berbagai aset kami merupakan salah satu inisiatif B. Braun Indonesia dalam upaya transisi energi dan menekan emisi gas buang CO2 melalui pengurangan penggunaan bahan bakar fosil," kata Presiden Direktur B. Braun Indonesia Rainer Ruppel, di Karawang, Kamis.

Menurut Rainer, pengoperasian PLTS ini merupakan langkah pemanfaatan energi terbarukan dan upaya transisi energi yang dilakukan perusahaan guna mendukung pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dan kebijakan energi baru terbarukan (EBT) yang dicanangkan oleh Pemerintah Indonesia.

PLTS ini mampu menghasilkan 1.673 GWh (gigawatt hour) listrik per tahun dan dapat memenuhi sekitar 20-30 persen kebutuhan listrik di pabrik B. Braun Indonesia. Pengoperasian panel surya ini ditargetkan dapat berkontribusi dalam menurunkan emisi hingga 346 ton CO2e atau sebesar 25 persen emisi karbon per tahun.

Rainer juga menyampaikan bahwa B. Braun secara global menargetkan penurunan emisi CO2 sebesar 50 persen hingga tahun 2030.

"Pengoperasian PLTS ini sejalan dengan target pemerintah untuk mencapai 23 persen bauran energi baru terbarukan pada tahun 2025 dan netral karbon pada tahun 2060,” ujar Rainer.

Presiden Direktur B. Braun Indonesia Rainer Ruppel (tengah) dan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Karawang Rosmalia Dewi (kiri) saat meninjau contoh panel surya dari pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang dioperasikan pabrik B. Braun Indonesia. ANTARA/Farhan Arda Nugraha

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Karawang Rosmalia Dewi yang turut hadir pada peresmian PLTS B. Braun Indonesia mengapresiasi langkah B. Braun Indonesia dalam melakukan konversi energi berbasis fosil ke energi surya.

"Mudah-mudahan apa yang dilakukan B. Braun Indonesia ini menjadi contoh perusahaan-perusahaan lain untuk bisa mengikuti peralihan penggunaan energi yang tadinya dari penggunaan energi konvensional untuk beralih menggunakan tenaga surya," kata Rosmalia.

Menurutnya, Indonesia sebagai negara beriklim tropis memiliki potensi energi surya yang berlimpah. Di samping itu, penggunaan energi berbasis fosil menghasilkan dampak kerusakan bagi lingkungan.

"Kita tidak merasakan karena kita hanya menerima batu baranya saja, tapi kerusakan lingkungan di Kalimantan dan Sumatera itu luar biasa. Tapi dengan adanya peralihan penggunaan energi surya ini mudah-mudahan dapat membantu menyelamatkan lingkungan," kata Rosmalia.
Baca juga: Pemerintah targetkan PLTS 50 MW pasok IKN pada 2024
Baca juga: SEEAA dukung pendanaan bagi implementasi PLTS atap di Indonesia

Pewarta: Farhan Arda Nugraha
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024