Dia berpendapat food blogger tidak boleh berbohong, melainkan harus menulis sesuai apa yang dirasakan.
"Enggak boleh yang enggak enak dibilang enak. Itu mencemarkan reputasi kita, dianggapnya 'Oh, food blogger pasti hanya minta makan'. Padahal kita kan pembeli juga," ujarnya di Jakarta, Kamis.
"Kita akan dapat reputasi credible bila review kita jujur," tegasnya.
Dia berpendapat bahwa food blogger di Indonesia itu "jinak", tidak seperti kritikus makanan yang bisa membuat tulisan pedas.
"Yang ditulis yang bagus-bagus saja. Tapi, masyarakat Indonesia itu gampang terpengaruh dengan apa yang mereka dengar dan baca," katanya.
Oleh karena itu, dia enggan menulis blak-blakan bila tidak puas dengan makanan atau restoran yang dikunjunginya karena karena khawatir dapat memengaruhi iklim usaha dari bisnis kuliner tersebut.
"Di blog, saya hanya menulis sisi positif, yang negatif saya simpan sendiri atau ngomong langsung ke restorannya," tuturnya.
Dia membandingkan dengan masyarakat luar negeri yang lebih individualistis sehingga resensi negatif pun tidak akan memengaruhi selera mereka.
Lalu resensi macam apa yang banyak diminati pembaca? Blogger di balik www.culinarybonanza.blogspot.com itu mengungkapkan banyak pembaca yang penasaran dengan tempat makan baru.
"Mereka ingin tahu apa tren restoran terbaru," ujarnya.
Bagi perempuan yang sehari-hari mengurus bisnis keluarga di bidang fashion, food blogger hanyalah sebuah hobi yang belum bisa dijadikan profesi.
"Saya rasa sebagian besar food blogger punya pekerjaan lain, di Indonesia masih belum bisa jadi profesi. Mungkin yang didapat reward seperti kesempatan mencoba menu baru," demikian Ellyna.
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2013