Jakarta (ANTARA News) - Tujuh terdakwa kasus penembakan terhadap dua warga negara Amerika Serikat dan satu WNI di wilayah PT Freeport, Timika, Papua, memilih "mematung" di ruang sidang sebagai aksi penolakan mereka untuk disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa. Sebelumnya, majelis hakim telah menskors sidang selama 30 menit guna memberi kesempatan kepada kuasa hukum terdakwa dari Persatuan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) untuk berbicara kepada para terdakwa agar mereka mau mengikuti sidang. Namun, Jhonson Pandjaitan dari PBHI gagal membujuk mereka. Sehingga, saat sidang dimulai kembali, para terdakwa hanya terdiam di ruang sidang. Mereka juga enggan beranjak dari kursi pengunjung di deretan terdepan dan menolak duduk di kursi terdakwa. Bahkan, majelis hakim yang diketuai oleh Andriani Nurdin menyerah dengan sikap kepala batu mereka. Majelis hakim akhirnya membolehkan mereka duduk di kursi pengunjung, bukan di kursi terdakwa. "Kalau tidak mau, tidak apa-apa. Duduk di situ saja," kata Andriani. Meski demikian, tujuh terdakwa itu tidak mau menjawab pertanyaan hakim. Saat mereka ditanya satu per satu tentang identitas mereka dan apakah mereka dalam keadaan sehat, ketujuh terdakwa itu hanya terdiam. "Kalau tidak mau menjawab, mengangguk juga boleh,," ujar Andriani. Namun, ketujuh terdakwa tetap bergeming tanpa menggerakkan kepalanya sedikit pun. Para terdakwa sejak awal telah menolak untuk disidangkan di PN Jakarta Pusat karena mereka berkeyakinan tempat kejadian perkara adalah di Timika, Papua, sehingga mereka seharusnya disidangkan di PN Timika. Sekitar 30 anggota Brimob yang membawa mereka dari dari Rutan Mabes Polri ke PN Jakarta Pusat juga mengalami kesulitan karena tujuh terdakwa itu bersikeras tidak mau diberangkatkan ke PN Jakarta Pusat.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006