Beijing (ANTARA) - Pemerintah China menyampaikan terima kasih kepada negara-negara yang memberikan pernyataan resmi tetap mendukung prinsip "Satu China" pasca pemilu Taiwan.

"Kami menghargai pernyataan negara dan organisasi internasional melalui pernyataan pers atau menjawab pertanyaan media yang telah secara terbuka menegaskan kembali komitmen mereka terhadap prinsip 'Satu China'," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Mao Ning saat menyampaikan keterangan kepada media di Beijing, China pada Senin.

Negara-negara dan organisasi internasional yang telah menyampaikan secara terbuka tetap mengakui China pasca pemilu Taiwan menurut Mao Ning adalah Rusia, Indonesia, Vietnam, Kamboja, Laos, Bangladesh, Filipina, Sri Lanka, Nepal, Afrika Selatan, Mesir, Ethiopia, Zimbabwe, Kazakhstan, Uzbekistan, Tajikistan, Belarus, Serbia, Hongaria, Papua Nugini, Kuba, Venezuela, SCO (Shanghai Cooperation Organisation) dan Liga Arab.

"Pernyataan tersebut menunjukkan dukungan kuat mereka terhadap upaya China untuk menjaga kedaulatan negara dan integritas wilayah, penolakan mereka terhadap segala bentuk 'kemerdekaan Taiwan' dan dukungan mereka terhadap upaya China menuju reunifikasi," tambah Mao Ning.

Hal tersebut, kata Mao Ning, mewakili seruan komunitas internasional soal keadilan dan perdamaian, mencerminkan konsensus luas komunitas internasional dalam menjunjung tinggi Piagam PBB dan norma-norma dasar yang mengatur hubungan internasional, dan mencerminkan tren sejarah.

"Apapun perubahan yang terjadi di Taiwan, fakta dasar bahwa hanya ada satu China di dunia dan Taiwan adalah bagian dari China tidak akan berubah. Taiwan tidak pernah menjadi sebuah negara dan tidak akan pernah menjadi sebuah negara," tegas Mao Ning.

Mao Ning menyebut Pemerintah China yakin bahwa konsensus komunitas internasional mengenai penegakan prinsip satu China dan kepatuhan yang telah lama terhadap prinsip tersebut akan menjadi lebih solid.

"Perjuangan rakyat China dalam menentang 'kemerdekaan Taiwan' dan campur tangan eksternal serta upaya untuk reunifikasi nasional akan mendapatkan lebih banyak dukungan," kata Mao Ning.

Taiwan baru saja selesai melangsungkan pemilu pada Sabtu (13/1) yang dimenangi William Lai Ching-te dari Partai Progresif Demokratik (DPP). Ia digambarkan sebagai pembela demokrasi Taiwan, namun Beijing menyebut dia "berbahaya" dan menjadi salah satu "kelompok separatis" sehingga dapat memicu konflik lintas Selat.

William Lai Ching-te memperoleh lebih dari 5,58 juta suara dari sekitar 14 juta surat suara, Hou Yu-ih, mengantongi 4,66 juta suara dan Ko Wen-je dari Partai Rakyat Taiwan (TPP) memperoleh 3,68 juta suara.

Saat ini Lai masih menjadi wakil pemimpin Tsai Ing-wen dan ini akan menjadi masa jabatan DPP ketiga secara berturut-turut.

Di bawah kepemimpinan pemimpin Taiwan Tsai Ing-wen dari Partai Progresif Demokratik (DPP) sejak 2016, Taiwan mengambil sikap keras menentang Beijing serta prinsip "Satu China" yang mengatakan bahwa Taiwan merupakan wilayah di bawah kekuasaan Beijing.

Baca juga: China sambut hangat pemutusan hubungan diplomatik Nauru dengan Taiwan
Baca juga: Kemlu sampaikan Indonesia konsisten hormati Kebijakan Satu China
Baca juga: China protes AS berikan komentar soal hasil pemilu Taiwan

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2024