Saya harus memutus antara manfaat dan keadilan susah sekali. Pulangnya jalan-jalan di lima mal di Jakarta bersama istri. Istri kaget, kenapa kok bingung, saya tidak bisa tidur, tidur sebentar bangun, saya mimpi jadi dosen kembali, tidak kuat jadi hak
Jakarta (ANTARA News) - Arief Hidayat mengaku baru terlahir menjadi hakim konstitusi sekitar dua pekan lalu walaupun disumpah dan memangku jabatan tersebut sejak 1 April 2013.
"Saya jadi hakim MK sudah empat bulan, dan baru merasa lahir jadi hakim itu kira-kira dua minggu lalu," kata Arief Hidayat, saat menyampaikan pesan dan harapan dalam pemilihan ketua MK di Jakarta, Selasa.
Guru besar ilmu hukum dari Universitas Diponegoro Semarang ini mengaku sejak masuk menjadi hakim konstitusi kesulitan untuk memutus antara manfaat dan keadilan.
Dia mengungkapkan ketika mengadili atau memeriksa perkara sengketa Pilkada Ambon, dirinya mengalami stres luar biasa.
"Saya harus memutus antara manfaat dan keadilan susah sekali. Pulangnya jalan-jalan di lima mal di Jakarta bersama istri. Istri kaget, kenapa kok bingung, saya tidak bisa tidur, tidur sebentar bangun, saya mimpi jadi dosen kembali, tidak kuat jadi hakim MK," katanya.
Akhirnya, lanjutnya, dirinya melakukan diskusi dengan staf peneliti dan mendapatkan pencerahan dari Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva yang merupakan ketua panel dan Hakim Konstitusi Muhammad Alim yang juga anggota panel dalam perkara sengketa Pilkada Ambon.
"Selanjutnya saya juga mendapat pencerahan Kyai Haji (Hakim Konstitusi) Ahmad Fadlil Sumadi. Nah setelah itu saya merasa terlahir menjadi hakim konstitusi," kata Arief.
Dengan beratnya menjadi hakim konstitusi inilah, katanya, maka dirinya tidak ikut bersaing dalam pemilihan wakil ketua MK.
"Tidak seperti saat saya baru masuk ke MK yang langsung menyatakan ikut maju dalam pemilihan ketua MK. Ternyata tugas ketua dan wakil ketua ternyata berat," ungkapnya.
Arief juga mengaku suasana di MK baik dan dirinya terbawa suasana yang bagus, walaupun dulu sempat ada kabar memanas.
"Sekarang saya ikut suasana bagus sekali, perbedaan pendapat memang sangat tajam tapi ternyata bisa diselesaikan," katanya.
Dia mencontohkan saat melakukan musyawarah pimpinan MK, dimana para hakim konstitusi menunjukkan kenegarawanannya.
"Tidak ada yang menonjolkan sendiri, tidak ada yang mementingkan diri sendiri, tidak ada yang kejar jabatan, semua diskusi secara apik, secara sehat, untuk menjaga MK yang luar biasa," katanya. (J008/R021)
Pewarta: Joko Susilo
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013