Klinik medis darurat mungkin tidak cukup untuk menyediakan segala layanan medis, tetapi tentu saja dapat mengurangi beban harian rumah sakit

Gaza (ANTARA) - Warga Gaza mendirikan sejumlah klinik keliling di lingkungan sekitar dan tempat penampungan untuk mendukung sektor medis yang kian kewalahan sekaligus menyediakan layanan kesehatan bagi mereka yang membutuhkan di daerah yang masih dilanda perang tersebut.

Zaki Shahin (62), yang pernah bekerja sebagai perawat di Rafah, termasuk salah satu yang memutuskan membagikan pengalaman medisnya untuk memberikan layanan kesehatan bagi warga setempat di wilayahnya di Gaza selatan.

Pria itu mengubah toko kecilnya, yang dibukanya dua tahun lalu setelah pensiun, menjadi klinik darurat untuk memberikan layanan medis kepada masyarakat di lingkungannya, terutama bagi para pengungsi.

Shahin mendapatkan gagasan tersebut dua pekan lalu ketika salah seorang tetangganya terluka namun tidak bisa pergi ke rumah sakit mana pun untuk mendapatkan perawatan karena takut akan serangan udara Israel.

Seorang dokter memeriksa kondisi seorang anak laki-laki di klinik sementara di kota Rafah, Jalur Gaza, pada 8 Januari 2024. (Xinhua/Rizek Abdeljawad)

Dia menambahkan bahwa "masyarakat kami hidup dalam situasi yang sangat buruk tanpa memiliki hak asasi, baik di rumah mereka maupun di tenda-tenda sementara."

Selama 16 jam sehari mulai pukul 07.00, Shahin memberikan layanan medis kepada ratusan orang.

Sama seperti Shahin, Fedaa al-Qirshaly (35), seorang dokter yang menetap di Gaza, mengubah tenda sementaranya menjadi klinik darurat untuk memberikan layanan medis gratis bagi para pengungsi di Rafah.

Ibu lima anak itu bercerita dirinya pindah ke Rafah bersama anak-anaknya untuk mencari perlindungan, tetapi kemudian mengetahui bahwa di tempat-tempat penampungan yang penuh sesak, banyak pengungsi yang tidak memiliki akses ke layanan medis.

"Saya lantas memutuskan untuk memberikan layanan kesehatan kepada mereka secara gratis," kata al-Qirshaly.

Seorang anak laki-laki memandangi kendaraan yang hancur akibat serangan udara Israel di kota Rafah di Jalur Gaza selatan, pada 8 Januari 2024. (Xinhua/Rizek Abdeljawad)

"Klinik-klinik medis darurat mungkin tidak cukup untuk menyediakan segala layanan medis, tetapi tentu saja dapat mengurangi beban harian rumah sakit," tutur al-Qirshaly.

Sejak 7 Oktober 2023, Israel telah melancarkan serangan besar-besaran di daerah kantong pesisir tersebut sebagai balasan atas serangan tak terduga yang dilakukan militan Hamas, yang menewaskan sekitar 1.200 orang di Israel selatan, menurut perhitungan pihak Israel.

Konflik yang sedang berlangsung di Gaza telah menewaskan lebih dari 23.000 warga Palestina dan melukai lebih dari 60.000 lainnya, serta membuat sekitar 1,9 juta dari 2,3 juta penduduk Gaza terpaksa mengungsi, menurut Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas.

Seorang dokter mengambil obat-obatan untuk pasien yang ada di klinik sementara di kota Rafah, Jalur Gaza, pada 8 Januari 2024. (Xinhua/Rizek Abdeljawad)

Pewarta: Xinhua
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2024