Kami sudah sering beberapa kali memberikan saran kepada pemilik kapal pukat harimau agar tidak lagi mengambil ikan di perairan laut nelayan tradisional tetapi tidak pernah dituruti."
Mukomuko (ANTARA News) - Para nelayan tradisional di Kecamatan Ipuh, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, berharap Dinas Kelautan dan Perikanan setempat menghentikan aktivitas penangkapan ikan secara besar-besaran menggunakan pukat harimau di perairan laut wilayah itu.
"Kami sudah sering beberapa kali memberikan saran kepada pemilik kapal pukat harimau agar tidak lagi mengambil ikan di perairan laut nelayan tradisional tetapi tidak pernah dituruti," kata nelayan tradisional dari Desa Pasar Ipuh, Guntur, di Mukomuko, Senin.
Ia menyatakan, dalam waktu dekat ini nelayan tradisional akan mengadakan rapat terkait keberadaan pukat harimau di perairan laut wilayah itu termasuk tindakan dari setiap desa.
Ia menjelaskan, setiap hari tidak kurang dari enam kapal pukat harimau yang beroperasi di perairan laut wilayah itu. Kapal itu diduga berasal dari Pelabuhan Pulau Baai Bengkulu.
Keberadaan sedikitnya tiga dari enam kapal pukat harimau itu, sebutnya, justru sudah menjadi langganan PN salah seorang warga di Desa Pasar Ipuh yang selalu membantu kapal tersebut.
"Setiap kapal mendarat ke pinggir membawa ikan untuk PN dan warga lain di desa itu, sebaliknya kapal itu mengambil ayam, itik, dan kelapa muda dari wilayah itu," katanya.
Ia menerangkan, sebenarnya beberapa desa dekat pinggir pantai telah membuat aturan bagi warga setempat meminta ikan kepada kapal pukat harimau wajib membayar denda semen.
Bahkan, lanjutnya, di Desa Tanjung Harapan diterapkan denda besar sebanyak 15 sak semen.
"Kita juga rencananya akan membuat sanksi serupa larangan warga minta ikan kepada kapal pukat harimau," ujarnya lagi.
Lebih lanjut, ia berharap dengan bantuan Dinas Kelautan dan Perikanan setempat permasalahan yang dihadapi nelayan tradisional cepat selesai dan tidak ada lagi kapal pukat harimau yang beroperasi di perairan laut wilayah itu. (FTO/T013)
Pewarta: Ferri Arianto
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013