Hal itu disampaikannya menanggapi pertanyaan kelanjutan pembahasan insentif yang diharapkan dapat mengakomodir para operator telekomunikasi yang saat ini industrinya tengah melesu disebabkan tidak berimbangnya pendapatan dan biaya yang harus dikeluarkan untuk menyewa frekuensi sebagai bagian infrastrukturnya.
Baca juga: Wamenkominfo dorong anak muda kuasai matematika dan bahasa Inggris
"Ini belum kami putuskan karena kami masih butuh koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait lainnya seperti Kementerian Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan sebagainya," kata Ismail kepada wartawan di Kantor Kementerian Kominfo, Jakarta Pusat, Jumat.
Lebih lanjut, Ismail mengatakan sebenarnya laporan kajian mengenai insentif tersebut telah diselesaikan oleh jajarannya dan telah diserahkan kepada Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi.
Meski demikian, koordinasi lebih lanjut dengan kementerian dan lembaga lainnya diperlukan untuk melihat dampak dari pemberian insentif tersebut baik kepada pendapatan negara maupun dampak langsungnya terhadap layanan telekomunikasi kepada masyarakat.
Adapun dalam laporan kajian itu, salah satu hal yang dibahas ialah mengenai beberapa jenis insentif yang dapat diberikan kepada para penyelenggara telekomunikasi untuk meringankan biaya sewa frekuensi.
"Ada dua jenis insentif (dalam kajian) itu, jadi satu untuk yang eksisting, yang sudah ada tahunan dan sudah dibayar, itu harganya kan sudah ada. Tapi ada juga jenis insentif yang sifatnya baru untuk yang mau dilelang,"kata Ismail.
Ismail mengatakan aturan mengenai insentif untuk para pelaku industri telekomunikasi tersebut dapat diselesaikan dalam waktu dekat.
Harapannya dengan kehadiran insentif tersebut, industri telekomunikasi bisa kembali menata dan menyehatkan kondisi bisnisnya dan tetap menghadirkan layanan yang optimal bagi masyarakat Indonesia.
Sebelumnya, pembahasan mengenai insentif untuk industri telekomunikasi menjadi pembahasan yang hangat pada akhir 2023 setelah Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menyatakan industri sedang melesu.
Lewat forum diskusi yang berlangsung pada Senin (13/11/2023), Wakil Ketua ATSI Merza Fachys menyebutkan pendapatan industri operator seluler hanya tumbuh sekitar 5,6 persen secara rata-rata pada periode 2013 hingga 2022, sementara biaya regulatory charge yang terutama disumbangkan oleh biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi, tumbuh sekitar 12 persen.
Hal itu dinilai menyebabkan ketidakseimbangan antara pertumbuhan pendapatan dan biaya yang harus dibayarkan oleh para pelaku industri telekomunikasi.
Baca juga: Kemenkominfo hapus 165 konten hoaks selama masa kampanye Pemilu 2024
Baca juga: Komitmen Kemenkominfo perangi judi "online" hingga Pikachu berbatik
Baca juga: Wamenkominfo nilai kolaborasi jadi kunci perkuat ekosistem digital
Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2024