"Ketiga prinsip itu adalah kedaulatan rakyat, mayoritas, serta pemilihan yang bebas dan jujur,"
Jakarta (ANTARA) - Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Ma’mun Murod menekankan tiga prinsip demokrasi jelang Pemilihan Umum 2024.
"Ketiga prinsip itu adalah kedaulatan rakyat, mayoritas, serta pemilihan yang bebas dan jujur," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.
Hal itu disampaikan pada Diskusi Publik Catatan Awal Tahun dengan tema Pemilu 2024: Penguatan atau Disrupsi Demokrasi? yang diselenggarakan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UMJ.
“Paradoks dalam demokrasi ada, tapi saya kira pilihan ini lebih baik dibanding yang lainnya. Semestinya pelaksanaan demokrasi juga berprinsip pada demokrasi. Jangan sampai bajunya demokrasi tapi kemudian isinya monarki. Itu tidak bisa, harus konsisten antara jasad dengan ruh. Konsisten antara prosedur dan substansi,” katanya menjelaskan.
Lanjut dia, prinsip yang dimaksud, pertama kedaulatan rakyat yang berkaitan dengan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Dalam hal itu menurutnya, pendidikan berpengaruh pada kualitas demokrasi. Menurutnya rata-rata tingkat pendidikan di Indonesia belum bisa menghasilkan demokrasi berkualitas yang menghasilkan pemimpin sesuai kehendak.
Prinsip kedua ialah mayoritas. Pada konteks itu Ma’mun menilai bahwa terdapat ketidakseimbangan pasca pemilihan presiden.
“Setelah pemilu presiden secara langsung di Indonesia yang terjadi adalah ketidakseimbangan, tidak ada check and balances. Diharapkan pihak yang kalah akan menjadi oposisi, tapi ternyata bergabung ke pihak penguasa,” ungkapnya.
Prinsip ketiga, lanjut Ma’mun ialah pemilihan yang bebas dan jujur. Melihat proses demokrasi melalui pemilihan umum yang sedang berlangsung di Indonesia, Ma’mun mengkritisi adanya kecurangan.
“Prosesnya saja sudah tidak beres, maka diperkirakan akan menghasilkan produk-produk Pemilu yang dipertanyakan keabsahannya,” katanya menegaskan.
Selain itu, Ma’mun juga sangat menaruh perhatian pada pihak yang menjadi wasit dalam kontestasi Pemilu.
“Pemilu yang luber dan jurdil itu mensyaratkan adanya wasit yang adil. Sesuai namanya, wasit berasal dari kata wasathiyah, artinya berada di tengah bukan berpihak. Kita melihat secara telanjang, wasit itu tidak adil,” katanya menegaskan.
Ma’mun mengharapkan civil society menjadi pihak yang dapat melakukan penguatan demokrasi. Salah satu caranya ialah menjadi pengawas setiap proses Pemilihan Umum.
Menurutnya, apabila politik dianggap sebagai muamalah duniawiyah, maka salah satu prinsip yang harus dianut adalah tidak boleh ada kecurangan.
“Maka dalam berpolitik yang dianggap sebagai muamalah duniawiyah juga begitu, tidak boleh curang. Ini tugas kita semua, terutama mahasiswa untuk melakukan pengawasan,” pesannya.
Pewarta: Fauzi
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024