Mengapa belum berhasil menurunkan harga karena memang kondisi produksi situasinya masih berat bahkan berlanjut sampai dengan saat ini
Jakarta (ANTARA) - Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi menyampaikan bantuan pangan beras yang telah disalurkan dalam dua tahap kepada 21,3 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) pada 2023 terbukti berhasil menjaga inflasi meski belum mampu menurunkan harga.
“Harus diakui bahwa bantuan pangan dan SPHP (Stabilisasi Pasokan Harga Pasar (SPHP) belum berhasil menurunkan harga tapi berhasil menurunkan inflasi tapi harga beras nya masih relatif tinggi. Jadi artinya harga beras itu stabil tapi relatif tinggi,” kata Dirut Bulog Bayu Krisnamurthi saat Konferensi Pers Keberhasilan Bantuan Pangan Beras Menahan Laju Inflasi di Gedung Bulug Pusat di Jakarta, Kamis.
Alasan penurunan harga belum terjadi, lanjut Bayu, lantaran produksi padi yang memang menurun pada 2023 dibandingkan 2022. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2022 terdapat surplus sekitar 1 juta ton beras. Sedangkan pada 2023 hanya surplus sekitar 300 ribu ton.
“Mengapa belum berhasil menurunkan harga karena memang kondisi produksi situasinya masih berat bahkan berlanjut sampai dengan saat ini,” ucapnya.
Bulog, disebutnya juga telah menyalurkan beras SPHP sebanyak 1,2 juta ton sepanjang tahun guna menekan harga beras di masyarakat. Bayu menjelaskan, beras SPHP dijual ditingkat komersil dengan harga cukup murah dibandingkan beras sejenisnya. Di sejumlah daerah, penyaluran beras SPHP terbukti mampu menekan harga beras dan ada kecenderungan turun.
“Kuncinya masih tetap harus diproduksi. Kuncinya itu. Tambahan dari impor yang 2 juta ton atau mungkin bisa lebih dari itu, itu hanya bisa menjaga saja. Mengisi iya, tadinya terjadi kekurangan tapi bisa jadi turun? paling tidak di tahun 2023 itu tidak terbukti,” tuturnya.
Kendati demikian, Bayu menyampaikan bahwa penyaluran bantuan pangan tahap I yang dimulai pada Maret hingga Mei 2023 dan dilanjut pada September hingga Desember 2023, memang bertujuan untuk menjaga inflasi.
“Kita melihat pada bulan Februari ini pada 2023 sebelum bantuan pangan itu inflasi beras sebesar 2, 63 persen. Setelah bantuan pangan maka inflasi beras turun menjadi 0,7 persen pada bulan Maret 2023, turun lagi menjadi 0,55 persen pada bulan April dan bahkan pada bulan Mei hanya 0,02 persen inflasi beras,” ucapnya.
Sedangkan pada bantuan pangan beras tahap II yang disalurkan dari bulan September sampai dengan Desember, juga mampu menjaga laju kenaikan harga beras di akhir tahun yang biasanya naik tinggi. Hal itu terlihat dari inflasi beras yang menurun cukup signifikan dari 5,61 persen pada September 2023 menjadi 0,43 persen pada Desember 2023.
Melihat dampak positif penurunan inflasi tersebut, pemerintah melalui Badan Pangan Nasional kembali menugaskan Bulog untuk melanjutkan penyaluran bantuan pangan beras tahun 2024 yang sudah digelontorkan sejak 2 Januari 2024 dimana Presiden Jokowi berkesempatan hadir di beberapa daerah dan menyerahkan langsung bantuan pangan beras ke Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
“Dengan penambahan jumlah Keluarga Penerima Manfaat bantuan pangan beras pada tahun 2024 menjadi 22 juta KPM dari sebelumnya 21,3 juta KPM, jika diasumsikan setiap keluarga rata-rata terdiri empat orang maka sudah 88 juta rakyat Indonesia yang merasakan manfaat dari program Bantuan Pangan ini,” tambahnya.
Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2024