Kasus ini mencoreng kalangan akademisi, karena Rudi juga sebagai Guru Besar ITB."

Jakarta (ANTARA News) - Saya prihatin atas ditangkapnya Rudi Rubiandini yang sekaligus menunjukkan bahwa reformasi di negeri ini belum tuntas. Orang baik bisa menjadi buruk dalam sistem yang tidak baik, sementara sistem yang baik pun bisa dimasuki orang yang tidak baik.

Hal demikian dikemukakan Ketua Ketua Pengurus Pusat Ikatan Alumni Insititut Teknologi Bandung (IA ITB), Sawaluddin Lubis pasca penangkapan Ketua SKK Migas tersebut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di kediamannya di Jalan Brawijaya, Jakarta Selatan.

Bagi sebagian orang penangkapan tersebut, cukup mengejutkan mengingat Rudi Rubiandini berlatarbelakang seorang akademis bahkan pernah menjabat sebagai Guru Besar ITB hingga kecil kemungkinan melakukan tindakan "bodoh" itu. Namun faktanya berbeda 180 derajat yang bisa dilihat dari barang bukti 700 ribu dolar AS.

Sebelumnya kita bisa melihat perjalanan karier dari sang profesor itu, Rudi Rubiandi pernah menjabat sebagai Sekretaris Jurusan Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung (ITB) 1995-1998. Selain itu, ia dinobatkan sebagai Dosen Teladan dan Terinspiratif versi mahasiswa ITB pada 2009.

Karier putra kelahiran Tasikmalaya, Jawa Barat, 9 Februari 1962 ini, dikenal oleh publik saat menjabat penasihat ahli Kepala BP Migas yang kemudian naik menjabat Wakil Ketua TP3M, Kementerian ESDM.

Bahkan pada 2011-2012, sempat menjabat sebagai Deputi Pengendalian Operasi BP Migas hingga ditunjuk sebagai Wakil Menteri ESDM dari 14 Juni 2012 sampai 15 Januari 2013.

Setelah dibubarkannya BP Migas oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK), dirinya dipercaya menjalankan amanah sebagai Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang lebih akrab dipanggil SKK Migas.

Menteri BUMN Dahlan Iskan juga terkejut mendengar berita penangkapan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Saya kaget dan tidak menyangka," kata Dahlan Iskan.

Menurut Dahlan, sosok Rudi merupakan orang yang sederhana dan memiliki tekad untuk memperbaiki beragam permasalahan yang menjerat sektor migas seperti persoalan keruwetan di dalam perizinan.

Kesederhanaan tersebut, ujar dia, ditunjukkan Rudi Rubiandini yang dikenal kerap pulang mudik ke kampung halamannya di Tasikmalaya, Jawa Barat, dengan menggunakan kereta ekonomi.

Menteri BUMN juga berpendapat bahwa Kepala SKK Migas memiliki banyak lawan di dalam dunia migas antara lain karena tekadnya untuk melakukan pembersihan di sektor tersebut.

Kesederhanaan Rudi disampaikan juga oleh tetangga Rudi di kampung halamannya di Tasikmalaya, Jawa Barat, Ade Sudirman menyebutkan saat mudik Lebaran tahun lalu ke rumah ibunya di Tasikmalaya, Jawa Barat, hanya mengendarai Toyota Avanza.

"Saat mudik tahun lalu mobilnya biasa saja tidak seperti pejabat, mewah, hanya pakai Avanza," katanya.

Ia menuturkan Rudi terakhir mudik ke rumah ibunya Lebaran 2012 menggunakan mobil Toyota Avanza, sedangkan Lebaran sekarang tidak mudik.

"Biasanya datang saat Idul Fitri dan Idul Adha, tapi sekarang tidak datang," kata Ade.

Menurut dia, Rudi tidak datang ke Tasikmalaya karena ibunya, Hj Momoh, sakit stroke yang dirawat di rumah adik Rudi di Bandung.

Sementara itu, Sosiolog dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Musni Umar Phd mengatakan kasus dugaan suap yang melibatkan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini mencoreng kalangan akademisi.

"Kasus ini mencoreng kalangan akademisi, karena Rudi juga sebagai Guru Besar ITB," katanya.

Dia menjelaskan selama ini masyarakat banyak berharap pada kalangan akademisi karena kredibilitasnya sebagai kaum intelek.

"Jika guru besar saja seperti itu, bagaimana yang lainnya," tambah dia.

Untuk itu, lanjut dia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus mengusut tuntas siapa aktor intelektual di balik kasus itu. Musni juga menilai, Rudi juga sebagai korban tingginya biaya politik.

"Sekarang ini, untuk meraih jabatan harus membayar. Jadi Kepala SKK Migas itu membayar pada pemilik kekuasaan," katanya.


Ditetapkan Tersangka

KPK sendiri telah menetapkan mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini dan Devi Ardi dari swasta sebagai tersangka penerima suap terkait lingkup kewenangan SKK Migas. Sedangkan Simon Tanjaya dari perusahaan Kernel Oil Pte Ltd ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.

Sementara Rudi Rubiandini dan pelaku swasta Devi Ardi sebagai penerima suap dituduh melanggar pasal 12 huruf a dan b atau pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Pelaku pemberi suap Simon Tanjaya, dari perusahaan Kernel Oil, diduga melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a dan b atau pasal 13 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

KPK sendiri sudah melakukan penggeledahan di tiga lokasi yaitu di Kantor S (Simon Tanjaya), di Kantor Sekretaris Jenderal Energi dan Sumber Daya Mineral dan di kantor SKK Migas.

Juru Bicara KPK, Johan Budi mengaku belum mendapat informasi dari Tim Penyidik KPK yang melakukan penggeledahan di tiga lokasi itu.

"Kalau ada dari proses pengembangan informasi data, tentu akan kami kembangkan kemana pun. Termasuk Sekjen Migas. Siapapun jangan dibatasi oleh satu dua orang. Tapi, apakah ada alat bukti cukup yang kemudian dapat disimpulkan pihak lain terlibat," kata Johan.

Terkait keterlibatan pihak lain dalam suap tahap kedua yang diterima Rudi, Johan mengatakan setelah pemeriksaan terhadap Rudi pada Selasa (13/8) KPK mendapat informasi terdapat pemberian suap sebelumnya kepada Rudi.

"Yang kita duga, pemberian 400 ribu dolar AS itu dari S (Simon Tanjaya). Kemudian ada uang lagi 127 ribu dollar Singapura. Itu kita masih kembangkan. Selain uang yang 200 ribu dolar AS itu," kata Johan.

Rudi Rubiandini ditangkap KPK dari rumahnya di Jalan Brawijaya pada 13 Agustus 2013, bersama dia ada dua lainnya yang ditangkap yakni Simon Tajaya dari perusahaan Kernel Oil dan Devi Ardi sebagai pelatih golf Rudi Rubiandi.

Awalnya Simon Tanjaya memberikan dana kepada Devi Ardi pada Selasa (13/8) sekitar pukul 16.00 WIB di sebuah tempat di City Plaza Jalan Gatot Subroto Jakarta.

Kemudian pada pukul 22.00 WIB, dana sebesar 400 ribu dolar AS diserahkan kepada Rudi Rubiandini di rumahnya sembari dia membawa motor antik BMW yang juga bagian dari gratifikasi.

Pertemuan Ardi dengan Rudi berlangsung lebih dari setengah jam dan Rudi bahkan sempat mencoba kendaraan moge itu. Kemudian Ardi diantar pulang sopir Rudi dengan mobil Rudi.

Ardi ke luar rumah, tidak lama kemudian, dilakukan penyergapan. Dalam penyergapan itu, Ardi kemudian langsung dibawa kembali ke rumah Rudi.

Selain uang 400 ribu dolar AS, KPK juga menemukan uang 90 ribu dolar AS dan 127 dolar Singapura dalam penggeledahan di rumah Rudi. Sedangkan penggeledahan di rumah Ardi, KPK menemukan uang 200 ribu dolar AS.

Seusai pemeriksaan pada Rabu (14/8), Rudi Rubiandi mengaku telah menerima gratifikasi setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Saya tidak melakukan korupsi, tetapi saya kelihatan masuk masalah gratifikasi," katanya.

Yang jelas, episode dalam menyambut HUT RI ke-68, tidak salah dikatakan "saat sang profesor, tergelincir licinnya minyak". (*)

Oleh Riza Fahriza
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013