Penelitian yang dilakukan terhadap 564 anak di empat wilayah yang berpotensi tercemar timbel dan satu wilayah netral di Pulau Jawa pada 2023, membuktikan 28 persen anak memiliki kadar timbel darah (KTD) sebesar 5-<10 µg/dL, 35 persen dengan 10-<20 µg/dL, 22 persen dengan 20-<45 µg/dL, dan dua persen masing-masing dengan 45-65 µg/dL dan >65 µg/dL.
Baca juga: Kadar Timbal Darah Anak Melebihi Ambang Batas
"Di sini kita bisa melihat hampir keseluruhan itu terdeteksi di atas 5 µg/dL," kata Peneliti FKUI dr Dewi Yunia Fitriani dalam diskusi yang bertajuk "Pencegahan Dampak Kesehatan Pajanan Timbel Lingkungan" di Jakarta, Rabu.
Dewi mengungkapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan batas maksimal KTD pada anak sebesar 5 µg/dL. Pihak yang sama juga menetapkan angka KTD sebesar 45 µg/dL sebagai ambang batas rekomendasi terapi.
Ia menyebutkan pencemaran timbel dapat berbahaya pada manusia, khususnya kesehatan anak, karena dapat terserap dua hingga tiga kali lebih banyak.
"Sekitar 34 persen anak dengan KTD di atas 20 µg/dL mengalami anemia atau kekurangan darah," kata Dewi Yunia yang juga Dokter Spesialis Okupasi itu.
Selain anemia, tingginya KTD pada anak, kata Dewi, berpotensi menghambat tumbuh kembang anak.
Baca juga: Siswa SMA Gelar Aksi Simpatik Tentang Bahaya Timbal
Baca juga: Peneliti temukan kosmetik timbal putih hasil sintesis awal di dunia
"Aki bekas, 50 persen komponennya merupakan timbel, juga cat. Penelitian terbaru ditemukan juga kontaminasi timbel pada alat masak dan alat makan, khususnya di Asia Tenggara, alat masak berbahan dasar alumunium yang produksinya belum terstandarisasi bisa memberi potensi pencemaran timbel pada anak," ujarnya.
Untuk itu, ia mengimbau agar masyarakat berhati-hati terhadap pencemaran timbel yang bisa terdapat pada produk sehari-hari.
Pewarta: Sean Muhamad
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2024