Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antar-bank Jakarta, Senin pagi, menguat 30 poin menjadi Rp9.065/9.075 (09.10 WIB), dibanding penutupan akhir pekan lalu yang mencapai Rp9.095/9.100 per dolar AS. "Naiknya rupiah terhadap dolar AS hingga mendekati level Rp9.000 per dolar AS, karena pelaku berspekulasi membeli mata uang lokal, setelah berkurangnya kekhawatiran mengenai kenaikan suku bunga AS," kata Analis Valas PT PaninBank, Jasman Ginting, di Jakarta, Senin. Menurut dia, pelaku asing semula khawatir dengan rencana bank sentral AS (The Fed) yang menurut rencana akan menaikkan suku bunga Fed fund, namun melihat data ekonomi AS seperti pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) AS yang tumbuh rata-rata 2,5 persen periode April hingga Juni jauh di bawah perkiraan Wall Street sebesar 3 persen. Kondisi ini menimbulkan perkiraan bahwa The Fed kemungkinan besar tidak akan menaikkan suku bunganya, ujarnya. Rupiah, lanjut dia, sebenarnya sempat menyentuh level Rp9.060 per dolar AS, namun menjelang penutupan pasar sesi pagi agak melemah sehingga posisi berubah menjadi Rp9.065 per dolar AS. Namun kenaikan rupiah yang terus terjadi ini menunjukkan pasar masih positif pergerakan mata uang lokal itu dan diperkirakan pada pekan ini akan bisa menembus level Rp9.000 per dolar AS, katanya. Ia mengatakan kenaikan rupiah didukung terutama dari faktor eksternal, seperti kenaikan harga saham di pasar regional dan merosotnya harga minyak mentah dunia seperti harga minyak AS yang menjadi 73,16 dari sebelumnya 75,78 dolar AS per barel. Kenaikan harga saham itu terlihat dengan menguatnya indeks nikkei Jepang sebesar 0,81 persen, indeks Kospi Korea Selatan pada 1,14 persen dan indeks S&P/ASX 200 Australia, ucapnya. Jasman Ginting mengemukakan apabila The Fed tidak jadi menaikkan suku bunganya, maka pergerakan rupiah akan semakin kuat dan akan terus menguat hingga jauh di bawah level Rp9.000 per dolar AS. Meski Bank Indonesia (BI) menurut rencana akan menurunkan bunga BI Rate yang saat ini masih bertengger di level 12,25 persen, peluang rupiah untuk menguat tetap tinggi, katanya. BI, katanya akan segera menurunkan BI Rate untuk memicu pertumbuhan kredit perbankan yang selama ini dinilai merosot. Untuk memicu penyaluran kredit, maka BI Rate harus segera diikuti sehingga perbankan juga akan menyesuaikan tingkat bunga kreditnya. Pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal kedua yang dinilai sama dengan kuartal pertama membuktikan peranan perbankan masih belum berarti, akibat tingginya suku bunga, bahkan kinerja sejumlah bank cenderung mengalami penurunan, ucapnya. (*)

Copyright © ANTARA 2006