Jakarta (ANTARA News) - Ya, 68 tahun sudah Indonesia merdeka. Sebagai Negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia, Indonesia juga memiliki ragam etnis dan budaya terbanyak dibandingkan Negara lain. Suatu kerukunan dalam keberagaman yang patut dibanggakan sekaligus pencapaian yang tak mudah dilakukan. Tentu, sepanjang perjalanan itu, banyak kemajuan yang sudah dicapai, meski juga menyisakan keberharapan. Salah satu yang perlu kita renungkan adalah kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Jika kita merenungkan kembali cita-cita bangsa yang dituangkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, terlihat bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar. Dan oleh karenanya, kemerdekaan harus diwujudkan untuk melindungi segenap bangsa, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, sekaligus ikut melaksanakan ketertiban dunia. Sebuah cita-cita luhur yang diwariskan kepada kita untuk mencapainya, bahkan di kala kondsi perekonomian dunia sedang lesu.

Meski banyak lembaga ekonomi dunia memuji pertumbuhan ekonomi Indonesia, namun banyak hal membutuhkan pembenahan guna lebih menguatkan ekonomi nasional. Sebagaimana yang kita alami, harga berbagai kebutuhan pokok sudah merangkak naik sejak awal Ramadhan, mencapai puncaknya di hari Kemenangan. Atas berbagai kenaikan harga ini, banyak saudara kita yang merasakan ketidaknyamanan bahkan kesulitan dalam menjalani hidupnya.

Satu hal yang pasti, Negara ini masih membutuhkan pembenahan di berbagai bidang. Tentu saja, seluruh masyarakat harus terlibat dalam pembenahan, sekaligus memperkuat nasionalisme yang ada dalam konsensus bersama: UUD 1945, Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta Bhinneka Tunggal Ika. Yang harus kita lakukan adalah menjalani peran masing-masing dalam kehidupan bernegara: giat bekerja untuk membangun bangsa, aktif mengawasi jalannya pemerintahan serta memenuhi kewajiban perpajakan.

Di awal abad ke-21 ini, banyak Negara mengalami masalah perekonomian yang bersumber dari kegagalan masyarakatnya dalam kehidupan bernegara. Krisis Eropa memberikan pelajaran berharga bagi kita semua. Salah satu Negara Eropa, Yunani, mengalami kebangkrutan karena rendahnya penghimpunan pajak dan korupsi yang merajalela. Negara lain seperti Italia dan Spanyol tengah berjuang menghadapi krisis dengan masalah yang kurang lebih serupa.

Bagi Negara-negara yang tidak memiliki sumber daya alam melimpah, pajak menjadi satu-satunya sumber pembiayaan Negara. Selanjutnya, pemanfaatan uang pajak yang telah dihimpun menjadi krusial terutama dalam distribusi dan pengawasannya. Tidak optimalnya pemungutan pajak akan berujung pada bertambahnya hutang luar negeri sebagai sumber pembiayaan Negara. Selain itu, struktur anggaran yang tidak efisien dan korup juga berimbas pada tingginya kebutuhan pembiayaan yang berujung pada hutang luar negeri.

Dalam batas tertentu, hutang luar negeri cukup aman dimanfaatkan jika memang dibutuhkan sebagai investasi, dengan catatan struktur anggaran sangat efisien tanpa adanya praktik mark-up biaya maupun program yang tidak efektif. Namun jika hutang luar negeri sudah sedemikian besar, Negara manapun akan kesulitan dalam menghadapinya. Selain krisis Eropa, pengumuman kebangkrutan kota seperti Detroit di Amerika Serikat menjadi salah satu renungan kita agar tidak terulang di Indonesia.

Saat ini, rakyat Indonesia dihadapkan pada kenyataan bahwa suatu saat kekayaan alam berlimpah yang dimilikinya akan habis. Cadangan minyak bumi diperkirakan hanya tersisa untuk 12 tahun lagi. Demikian pula dengan cadangan gas bumi yang diperkirakan hanya mencukupi hingga 50 tahun kedepan. Banyak hutan Indonesia yang telah dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit guna memperbanyak lapangan kerja. Dan meski tidak diketahui dengan pasti, cadangan mineral berharga seperti emas, dipastikan akan habis dalam beberapa dekade mendatang.

Dengan kondisi tersebut, rakyat Indonesia harus merenungkan kembali bahwa kehidupan bernegara di masa mendatang akan sangat ditopang oleh pengumpulan pajak. Harus disadari bahwa Indonesia telah lama meninggalkan status Negara pengekspor minyak, dan sudah beralih sebagai pengimpor minyak. Betapa dominannya pembiayaan Negara dari pajak juga sudah terlihat dalam satu dekade terakhir, dimana pajak mendominasi hingga 70% dari pendapatan Negara.

Harus disadari bersama bahwa pemungutan pajak memang dapat dipaksakan. Namun demikian, alangkah indahnya apabila seluruh lapisan masyarakat Indonesia yang berkecukupan, menjadi Wajib Pajak patuh, yang bangga dalam membayar pajak. Di beberapa Negara maju, kebanggaan dalam membayar pajak diwujudkan dalam antusiasme masyarakat dalam mengawasi penggunaannya. Melalui wakil rakyat, lembaga sosial kemasyarakatan, maupun jurnalistik media, sangat gencar melakukan kritik atas penggunaan uang pajak apabila dipandang tidak efektif menyejahterakan rakyat.

Masih dalam suasana Idul Fitri 1434 H, sekaligus merayakan Hari Kemerdekaan Indonesia, berbagai perenungan di atas dapat dimaknai sebagai upaya bersama untuk mewujudkan rakyat yang sadar pajak.

Disamping itu, pengawasan dalam penggunaan uang pajak pada hakikatnya adalah bentuk kebanggaan kita dalam membayar pajak. Semakin bangga dalam membayar pajak, kita akan semakin peduli bahwa penggunaan uang pajak harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. Kesadaran kita dalam membayar pajak, diikuti dengan kepedulian kita dalam mengawasi penggunaannya, akan membentuk masyarakat yang sadar dan peduli pajak. Selamat Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ke-68, mohon maaf lahir dan batin, sekali merdeka tetap merdeka!

Pewarta: Jafar M Sidik
Editor: Copywriter
Copyright © ANTARA 2013