Jakarta, 13/8 (ANTARA) - Mutiara merupakan komoditas unggulan sektor kelautan dan perikanan yang bernilai ekonomis tinggi dan memiliki prospek cerah. Tercatat peningkatan permintaan perhiasan dari mutiara dan harganya yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Indonesia merupakan penghasil mutiara South Sea Pearl (SSP) yang berasal dari kerang Pinctada maxima baik dari alam maupun hasil budidaya. Sentra pengembangan Pinctada maxima di Indonesia tersebar di beberapa daerah yaitu Lampung, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara dan Papua Barat. Di pasar internasional, Indonesia merupakan produsen South Sea Pearls SSP terbesar, memasok 43% untuk pasar dunia dan bersaing dengan produk dari Australia, Philipina, Myanmar dan Malaysia. Demikian disampaikan Saut P. Hutagalung, Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (13/08).

Saut menjelaskan, dari segi volume, Indonesia merupakan produsen South Sea Pearl atau mutiara laut selatan terbesar di dunia dengan memasok 43% kebutuhan dunia, sedangkan dari sisi nilai perdagangan Indonesia menempati urutan ke-9 (sembilan) dunia dengan nilai ekspor sebesar US$29.431.625, atau 2,07% dari total nilai ekspor mutiara di dunia yang mencapai US$1.418.881.897, di bawah Hongkong, China, Jepang, Australia, Tahiti, USA, Swiss dan Inggris. Negara tujuan ekspor mutiara Indonesia adalah Jepang, Hongkong, Australia, Korea Selatan, Thailand, Swiss, India, Selandia Baru dan Perancis (UN Comtrade, 2013). “KKP optimis dapat meningkatkan nilai ekspor tersebut mengingat Indonesia memiliki dan menguasai faktor-faktor pendukung, seperti areal budidaya, tenaga kerja, peralatan pendukung dan teknologi,” katanya.

KKP, jelas Saut, telah melakukan 6 dukungan. Pertama, pembangunan Broodstock Center kekerangan di Karang Asem, Bali. Kedua, membentuk Direktorat Pengembangan Produk Nonkonsumsi di bawah Ditjen P2HP KKP. Ketiga, membentuk Sub Komisi Mutiara Indonesia pada Komisi Hasil Perikanan di bawah koordinasi Ditjen P2HP. Keempat, mendorong terbitnya Standar Nasional Indonesia (SNI) mutiara yang sekarang telah terbit (SNI 4989:2011). Terbitnya SNI mutiara (SNI 4989:2011) harus digunakan sebagai dasar dalam menyusun Standar Operating Procedure Grading mutiara dan perlu ditindak lanjuti dengan membuat Indonesia Quality Pearl Label (IQPL). Kelima, dalam rangka mempromosikan SSP Indonesia, KKP bekerjasama dengan ASBUMI setiap tahun menyelenggarakan Indonesia Pearls Festival sebagai salah satu media untuk meningkatkan kualitas, kuantitas, serta pemasaran mutiara di pasar domestik maupun internasional. “Di samping itu, untuk melindungi para produsen mutiara Indonesia, KKP telah mengeluarkan Peraturan Menteri KP No. 8 tahun 2013 tentang Pengendalian Mutu Mutiara yang Masuk ke Dalam Wilayah Negara RI,” tegasnya.

Saut menegaskan, sesuai komitmen KKP akan menjadikan event Indonesia Pearls Festival (IPF) sebagai agenda tahunan. Penyelenggaraan IPF pertama kali dilaksanakan pada tanggal 12 - 16 Oktober 2011 bertempat di Grand Indonesia Shopping Town, Jakarta. Selama 5 hari penyelenggaraan IPF, nilai transaksi mencapai 7 miliar rupiah, melampaui target sebesar 5 milliar rupiah. Sedangkan IPF 2 dilaksanakan pada tanggal 31 Oktober- 4 November 2012 bertempat di Balai Kartini Jakarta. Nilai transaksi mencapai 15 miliar rupiah, melampaui target nilai transaksi sebesar 10 milliar rupiah. Setelah sukses menyelenggarakan IPF selama 2 tahun terakhir, Direktorat Jenderal P2HP, Dharma Wanita Persatuan Kementerian Kelautan dan Perikanan (DWP-KKP) dan Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia (ASBUMI) bekerjasama dengan PT. Rajawali Pacific Internusa pada tahun 2013 kembali akan menyelenggarakan Indonesia Pearls Festival 2013 (IPF-3) dengan mengangkat tema “Hidden Treasure of Papua” dengan konsep desain acara bertemakan Papua sebagai salah satu penghasil South Sea Pearls di Indonesia. ”Kegiatan tersebut akan dilaksanakan pada tanggal 2 - 6 Oktober 2013 bertempat di Merak Room, Jakarta Convention Center,” ujarnya.

Festival Perikanan Nusantara
Saut menambahkan, KKP pada 24-25 Agustus 2013 juga akan menyelenggarakan Festival Perikanan Nusantara ke-4 akan dilakukan selama 2 hari,bertempat di Plaza Taman Parkir Timur Senayan Jakarta. Festival tersebut akan fokus pada promosi komoditas/produk perikanan khususnya berkenaan dengan peran penting ikan bagi kesehatan dan kecerdasan serta Peningkatan Ekonomi dan Sumber Daya Manusia Indonesia. Festival akan fokus pada promosi komoditas/produk perikanan khususnya udang. Dipilihnya Udang sebagai fokus promosi karena udang telah ditetapkan menjadi komoditas industrialisasi perikanan. Produksi udang akan terus ditingkatkan, seiring dengan kegiatan revitalisasi budidaya, sehingga jaminan pasar menjadi hal yang penting untuk dilakukan. “Persepsi pasar tentang udang perlu diluruskan. Apalagi saat ini udang dipersepsikan sebagai penyebab kolesterol, padahal udang mengandung phytokolesterol yang baik bagi tubuh, sehingga pasar lebih mudah menerima dan meningkatkan konsumsi udang,” jelasnya.

Berdasarkan data Ditjen P2HP tahun 2012 jelas Saut, tingkat konsumsi ikan masyarakat mempunyai kecenderungan terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010, tingkat konsumsi ikan nasional sebesar 30,48 kg/kapita, tahun 2011 meningkat sebesar 32,25 kg/kapita dan tahun 2012 meningkat menjadi 33,89 kg/kapita. Namun, tingkat konsumsi tersebut masih jauh bila dibandingkan dengan tingkat konsumsi negara tetangga lainnya. Apalagi, sebagai bahan pangan, ikan memiliki kandungan gizi yang sangat tinggi dan bermanfaat bagi manusia. “Zat gizi tersebut antara lain adalah Vitamin, Mineral, Protein dan asam lemak omega 3, 6 dan 9. Zat gizi tersebut yang membuat ikan sangat penting dalam setiap periode kehidupan manusia, khususnya sejak 1.000 Hari Pertama Kehidupan (1.000 HPK),” jelasnya.

Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Anang Noegroho, Plt Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan

Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2013