“Iya perjuangkan karena itu khas kita, kan Bali selalu menjadi destinasi terbaik untuk spa di dunia, itu yang akan kita jaga. Mengapa, karena ada kekhasannya dalam Balinese Spa itu,” kata dia saat dihubungi di Denpasar, Sabtu.
Saat ini Dispar Bali sedang mengumpulkan kajian yang tepat mengenai posisi usaha spa, lantaran dalam aturan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) ada mandi uap/spa yang masuk dalam jasa hiburan sehingga pajaknya menjadi 40 persen.
“Masalah pajaknya oke lah belakangan, tapi ini kok sebagai penghibur gitu, kok dimasukkan sebagai hiburan. Spa ini kan sebetulnya kita melindungi Balinese Spa itu, takutnya terapis kita diambil orang luar nanti, jadi waktu wisatawan mau spa ke Bali malah tidak ada Balinese Spa,” ujar Tjok.
Kajian ini sendiri juga rencananya akan dibantu dikumpulkan oleh asosiasi pengusaha spa dan pariwisata, untuk selanjutnya didiskusikan bersama Pj Gubernur Bali dalam menentukan langkah selanjutnya.
Pejabat Pemprov Bali ini mengatakan idealnya usaha spa masuk dalam kategori kebugaran dan kesehatan, namun ketika masuk sebagai jasa hiburan keluhan juga masuk dari berbagai elemen seperti Indonesian Hotels and General Manager Association (IHGMA) dan Bali Spa and Wellness Association (BSWA).
Menurut mereka saat ini industri spa khususnya di Bali sedang mengembangkan spa berdasarkan etnografi, kekayaan atau tradisi dalam suatu daerah, dengan begitu diharapkan popularitasnya meningkat seperti Thai Massage dan Swedish Massage.
Dengan pajak yang tinggi selain terapis yang berpaling juga memberatkan pelaku usaha jika harus memotong keuntungannya atau memberatkan konsumen jika dibebankan ke konsumen.
“Ya tentu ini memang perlu kita kaji lagi karena sudah berupa undang-undang, mudah-mudahan bisa ada revisi dan sebagainya. Yang jelas ini spa mengapa harus dikategorikan sebagai hiburan itu yang saya masih belum tahu,” kata Kepala Dispar Bali.
Selanjutnya ketika Pemprov Bali sudah mengantongi kajian yang sesuai maka ada rencana Tjok Bagus mendiskusikan hal ini ke Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno.
Pewarta: Ni Putu Putri Muliantari
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2024