... cara Anda mengemudi sungguh buruk... saya tidak begitu puas dengan cara mengemudinya... kamu sudah tidak jadi PM lagi?..."
Oslo (ANTARA News) - Susah dibayangkan terjadi di Indonesia, namun Perdana Menteri Norwegia, Jens Stoltenberg, bikin kejutan bagi rakyatnya; diam-diam dia menyamar jadi supir taksi agar bisa langsung menyerap aspirasi rakyatnya, di Oslo.


Demikianlah, dia berkeliling-keliling kota mengemudikan mobil taksi dalam seragam supir taksi lengkap dengan kacamata hitamnya. Sambil menyupir taksi, dia juga melontarkan pertanyaan-pertanyaan secara "halus" kepada pemakai jasanya.


Kira-kira begini pertanyaan itu, "apakah pandangan Anda atas pemerintahan nasional Norwegia selama ini?" Dalam percakapan-percakapan itu, Stoltenberg tetap ramah dan kerap mengumbar senyum wajar-wajar saja.


Banyak juga pemakai jasanya yang "tertipu" atas aksinya yang tidak diduga-duga itu. Kebanyakan, dia baru mengaku siapa dia sebetulnya, setelah mereka mengenali dia pada akhir perjalanan. Aksinya dia juga bisa dilihat di youtube.com dengan kata kunci stoltenberg.


Banyak juga penumpangnya yang terbelalak dan terbahak senang begitu tahu dia disupiri perdana menteri (asli) Norwegia; ada yang tidak percaya mata kepalanya sendiri.


Ada juga seorang nenek yang bilang kepada dia setelah Stoltenberg mengaku, "Kebetulan ketemu Anda di sini, padahal baru saja saya mau kirim surat kepada Anda. Saya mau mengadu satu hal."


Jika kebanyakan pemimpin formal sibuk dengan pencitraan --serba rapi, bijaksana, tertata, sopan, dan lain sebagainya-- maka Stoltenberg justru keluar dari cara usang itu; dia langsung ada di keramaian warganya di jalan-jalan, tanpa pengawalan siapapun bahkan. Tulus dan langsung.


"Jika ada satu tempat di mana rakyat bisa mengucapkan sesuatu hal penting dengan sungguh-sungguh, tempat itu adalah di taksi," kata Stoltenberg.


Caranya itu sebetulnya juga bukan genuin melainkan sudah dirancang satu perusahaan konsultan, yang berani keluar dari pakem.

"Maka, kamu harus mulai mengemudikan taksi," ujar Stoltenberg datar, setelah seorang penumpang mengenali siapa sopir taksinya.

"Apa kamu sudah tidak jadi PM lagi?" tanya penumpang yang lain.

Pemakai jasa taksi perdana menteri itu ganti terkejut, bingung, dan curiga ketika diskusi mereka mengarah ke politik.

Stoltenberg yang memimpin negara Nordik itu selama delapan tahun terakhir, mengaku tidak terbiasa duduk di belakang kemudi, karena biasanya ia duduk di kursi belakang dengan mobil yang disopiri.

Pada suatu ketika mobilnya tersentak, karena ia berpikir untuk menekan kopling, padahal ia menginjak rem mobil otomatisnya.

"Sungguh, saya tidak begitu puas dengan cara mengemudinya," ujar seorang penumpang.

"Saya kira saya akan tetap hidup," kata yang lain.

"Saya pikir cara Anda mengemudi sungguh buruk," penumpang ketiga mengomentari.

Politisi di Norwegia dan negara lain Nordik cenderung lebih diterima dibanding kolega mereka di negara-negara Eropa.

Salah satunya bisa seperti Stoltenberg, yang pada akhir pekan bisa jalan-jalan di hutan sekitar Oslo.

Ketika ditanya oleh harian VG apakah ia akan menjadi sopir taksi secara penuh jika kelak kalah dalam pemilu, Stoltenberg menjawab "Saya kira sopir taksi Norwegia memberikan layanan terbaik jika saya menjadi PM dan bukan sebagai sopir taksi."

Pemilihan parlemen akan berlangsung pada 9 September dan partai Buruh yang menjadi partai Stoltenberg masih menanjak dibandingkan partai oposisi, Konservatif.


Jadi, bisakah ini terjadi di Indonesia?

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2013