Beijing (ANTARA) - Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin meminta para politisi Amerika Serikat berhenti menjadikan negaranya sebagai topik pembicaraan.
Wang menyampaikan hal itu terkait dengan laporan Komite Pengawasan dan Akuntabilitas dari Partai Demokrat di Kongres AS yang menyatakan pemerintah China dan entitas lain yang dikendalikan Beijing menghabiskan lebih dari 5,5 juta dolar AS untuk properti milik Donald Trump saat menjabat presiden AS.
"Saya tidak tahu tentang klaim tersebut," kata Wang kepada media di Beijing pada Jumat.
Laporan itu menyebutkan jumlah yang dikeluarkan pemerintah China adalah pembayaran terbesar dari 20 negara yang membayar senilai total 7,8 juta dolar AS untuk bisnis dan properti milik Trump selama menjabat presiden AS, yaitu untuk membayar hotel milik Trump di Washington DC, New York dan Las Vegas.
Partai Demokrat mengungkapkan dokumen yang didapat dari bekas firma akuntan Trump bernama Mazars USA itu menimbulkan dugaan kemungkinan adanya upaya mempengaruhi Trump melalui perusahaan-perusahaannya saat menduduki Gedung Putih.
Sebagai contoh, Partai Demokrat menunjukkan fakta bahwa Trump menolak menjatuhkan sanksi terhadap Industrial and Commercial Bank of China (ICBC) yang merupakan bank milik pemerintah China yang menyewa properti di Trump Tower di New York.
Baca juga: China menentang pelanggaran hukum internasional, termasuk di Gaza
Pada 2016, Departemen Kehakiman AS menuduh bank tersebut bersekongkol dengan bank Korea Utara guna menghindari sanksi AS.
Namun setelah menjabat, Trump tak memberikan sanksi kepada ICBC meskipun ada seruan dari anggota Kongres asal Partai Republik agar "menerapkan tekanan finansial dan diplomatik secara maksimum" kepada bank-bank China yang berbisnis dengan Korea Utara, tulis Komisi Pengawas Parlemen Partai Demokrat.
Trump menolak melepaskan aset dan properti perusahaan sebelum menjabat sehingga dia masih bisa mendapatkan keuntungan dari berbagai bisnisnya.
Negara lain yang masuk laporan itu adalah Arab Saudi yang menghabiskan 600 ribu dolar AS untuk membayar properti milik Trump selama Trump menjabat dan melakukan pembayaran dalam jumlah besar pada Mei 2017 ketika negara itu menandatangani perjanjian senjata dengan pemerintahan Trump.
Pemerintahan Trump menyetujui perjanjian senjata bernilai lebih dari 100 miliar dolar AS yang kontroversial karena kekhawatiran korban sipil akibat intervensi militer Arab Saudi di Yaman.
Baca juga: China berharap kedua Korea berdialog atasi ketegangan
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2024