Jakarta (ANTARA) - Ketua Ikatan Cendikiawan Pariwisata Indonesia Azril Azahari menilai saat ini wisatawan menginginkan customized-tourism atau wisata berbasis personal sehingga berbagai potensi wisata yang ada di berbagai bisa dikembangkan berdasarkan perubahan perilaku dalam berwisata tersebut.
“Sekarang itu kan sudah customized-tourism, personalisasi, lokal dan memiliki wawasan. Itu keinginan dari wisatawan. Artinya apa? Dia maunya jadi customized-tourism, personal sekali yang diinginkannya, kearifan lokal,” kata Azril saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Jumat.
Wisatawan, kata Azril, mencari keunikan dan kearifan lokal dari tempat-tempat yang dikunjungi. Mereka tidak hanya menginginkan atraksi, namun, juga daya tarik yang memiliki ciri khas yang tidak dapat ditemukan di negara lain serta adanya nilai eksotisme di daerah tersebut.
Baca juga: Pengamat pariwisata nilai pemilu tak ganggu kunjungan wisatawan
Sang pakar melihat perilaku wisatawan telah berubah sejak era 1980-an hingga 2000-an, target wisata yang awalnya dihitung dari pariwisata massal, bergeser kepada wisata alternatif. Memasuki era 2020, perilaku berwisata berubah menjadi wisata yang berbasis kualitas dan disesuaikan dengan minat.
Azril juga melihat wisatawan saat ini mendambakan kegiatan perjalanan yang sesuai dengan minat, seperti green and blue healing yang berkaitan dengan alam. Melihat tren tersebut, daerah dengan keanekaragaman alam harus menggali potensi mereka supaya bisa menjadi daya tarik untuk wisatawan, seperti melihat kawanan lumba-lumba di Sabang, atau pengalaman berinteraksi dengan hiu paus di Gorontalo.
World Travel Tourism Council (WTTC) juga mengatakan bahwa, target nilai pariwisata daerah bukan lagi dihitung dari jumlah wisatawan, namun, seberapa besar kontribusi sektor pariwisata terhadap pendapatan negara. Kontribusi bisa dilihat dari periode wisatawan menginap dan berapa banyak uang yang dikeluarkan untuk berbelanja di tempat wisata.
Azril menilai perubahan nilai pariwisata dan perilaku wisatawan tersebut juga perlu diantisipasi pemerintah dalam mengembangkan wisata di Indonesia.
Baca juga: GIPI Bali sebut Pilpres tak pengaruhi kunjungan wisman
Potensi wisata lain yang juga dinilai perlu diantisipasi menurut Azril adalah wellness tourism alias wisata berasis kesehatan dan kesejahteraan, termasuk di dalamnya gastronomi tourism atau wisata memuaskan hasrat mencari makanan berkualitas dan enak.
Indonesia, kata Azril, memiliki potensi untuk mengembangkan pariwisata gastronomi karena banyak kuliner unik yang kebanyakan hanya bisa ditemukan di Indonesia seperti sagu dan rempah-rempah.
“Kemudian jangan lupa juga, UNWTO bahwa itu sudah mensyaratkan pariwisata kita itu harus mengacu kepada community-based tourism. Jadi, pariwisata yang berbasis kepada komunitas, tidak lagi kepada investor,” katanya.
Di tengah tantangan secara global maupun nasional, seperti kasus COVID-19 yang meningkat, Azril masih menaruh optimisme terhadap pariwisata Indonesia dan berharap tantangan tersebut menjadi peluang Indonesia menghadirkan pariwisata yang nyaman dan aman bagi pengunjung.
Baca juga: Pengelola TWA Ijen catat di jalur pendakian ada 13 titik rawan longsor
Baca juga: Sandiaga: Pelaku wisata Natal dan Tahun Baru 2024 didominasi wanita
Baca juga: BPOLBF bangun kolaborasi pengembangan wisata tematik budaya Lembata
Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2024