"Setahu saya semua itu digunakan, kecuali COD Reactor yang empat unit itu,"
Mataram (ANTARA) - Saksi sidang perkara korupsi pengadaan alat penunjang belajar mengajar (APBM) pada Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Kementerian Kesehatan Mataram, Nusa Tenggara Barat tahun anggaran 2016 senilai Rp19 miliar bernama Erna Kristinawati mengungkap ada barang yang tidak berguna.
"Setahu saya semua itu digunakan, kecuali COD Reactor yang empat unit itu," kata Erna Kristinawati memberikan kesaksian dalam sidang lanjutan perkara milik terdakwa Awan Dramawan dan Zainal Fikri di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Mataram, Kamis sore.
Saksi yang merupakan Kepala Subunit (Kasubnit) Laboratorium Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Mataram pada tahun pengadaan alat tersebut mengungkapkan hal demikian menjawab pertanyaan jaksa penuntut umum.
Dari dakwaan terungkap bahwa empat unit COD Reactor ini disalurkan ke lima laboratorium yang berada di bawah jurusan analis kesehatan. Untuk penyebab barang tersebut tidak digunakan, Erna mengaku tidak mengetahuinya.
"Saya baru tahu tidak digunakan itu pas penyidikan di kejaksaan, ternyata COD Reactor itu tidak digunakan. Kenapa? Bukan kapasitas saya yang menjawab," ujarnya.
Namun, dia mengaku sempat bertanya kepada pihak pengurus laboratorium yang menerima barang, alasan tidak digunakan karena ada komponen yang tidak lengkap.
"Jadi, ini barang langsung ke masing-masing laboratorium. Saat saya tanya kenapa enggak digunakan? Katanya ada komponen yang enggak lengkap," ucap dia.
Dalam pengetahuan saksi, alat ini lazimnya digunakan untuk pengujian air limbah. "Apakah air limbah itu bisa digunakan atau tidak, itu fungsinya," ucap saksi.
Dalam persidangan, jaksa turut menghadirkan empat unit COD Reactor ke hadapan majelis hakim. Namun, saat ditanya kembali terkait barang tersebut, Erna mengaku tidak pernah melihatnya.
Alat untuk menguji air limbah ini masuk sebagai salah satu kelengkapan barang pengadaan APBM yang berasal dari Kementerian Kesehatan RI.
Dari hasil audit BPKP NTB, 4 unit barang tersebut masuk sebagai salah satu item penyumbang kerugian keuangan negara yang terhitung dari total pembelian Rp230 juta.
Secara keseluruhan, audit kerugian keuangan negara dari BPKP NTB mencapai 3,2 miliar. Angka kerugian ini muncul dari persoalan beberapa barang yang tidak digunakan karena tidak sesuai merek dan spesifikasi barang.
Untuk ketentuan standar merek dan spesifikasi barang merujuk pada Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) RI Nomor: HK.03.05/IV/14354.1/2010 tentang Standar Laboratorium Pendidikan Tenaga Kesehatan.
Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024