kami keberatan perihal dakwaan karena tidak dijelaskan secara rinci detail mengenai kerugian daripada terlapor
Jakarta (ANTARA) - Warga Negara Asing (WNA) asal Suriah Malik Hafian melalui kuasa hukumnya menyampaikan eksepsi atau bantahan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait kasus pemalsuan dokumen keimigrasian untuk mengurus Exit Permit Only (EPO).
Hal itu terungkap dalam sidang lanjutan pembacaan eksepsi terdakwa Malik Hafian di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Cakung, Rabu.
EPO adalah proses pengembalian dokumen keimigrasian yang menjadi tanda berakhirnya izin tinggal orang asing di Indonesia.
Kuasa hukum Malik, Devid Oktanto mengatakan ada beberapa poin yang disampaikan dalam eksepsi atau bantahan dakwaan JPU, antara lain siapa pelaku yang diduga membuat surat palsu tersebut dan tidak disampaikan secara rinci kerugian materiel yang dialami korban atau terlapor.
"Tidak diuraikannya dalam dakwaan terkait mengenai siapa pelaku pembuat tiga surat yang diduga palsu, dan kami keberatan perihal dakwaan karena tidak dijelaskan secara rinci detail mengenai kerugian daripada terlapor," kata Devid usai persidangan.
Dalam dakwaannya, JPU menjerat Malik dengan Pasal 263 KUHP ayat 2 tentang Pemalsuan Surat dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara.
Namun, kata dia, terdakwa Malik dalam persidangan sebelumnya menolak dakwaan tersebut karena kliennya tidak pernah memalsukan ataupun menggunakan dokumen palsu yang dimaksud.
Selain itu, terdakwa Malik juga tidak pernah memalsukan tanda tangan siapa pun untuk dituangkan ke dalam sebuah dokumen.
"Klien saya menggunakan jasa agen kepengurusan izin tinggal terbatas. Beliau (Malik) tidak mengerti mengenai masalah birokrasi ataupun hukum yang berlaku di Indonesia. Sehingga, untuk memperpanjang Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS), Malik meminta bantuan dari pihak agen," papar Devid.
Dalam persidangan itu, majelis hakim meminta JPU untuk menyampaikan tanggapan atas eksepsi terdakwa Malik dalam sidang berikutnya pada 11 Januari 2024.
Kasus tersebut bermula ketika Malik dirumahkan dari PT Hikmat yang diketahui sebagai tempatnya bekerja. Kemudian Malik ditelantarkan tanpa pihak sponsor memulangkan kembali ke negara asalnya.
Malik dan pihak keluarga pun dibantu para tetangganya untuk mencukupi kebutuhan kehidupannya sehari-hari, seperti makan, minum dan sewa tempat tinggal hingga pekerjaan baru sebagai penjahit busana muslim pria dan wanita sesuai keahliannya.
Memasuki Februari tahun 2022, izin tinggal terbatasnya (ITAS) akan berakhir, lalu Malik mencoba berkonsultasi dan meminta bantuan agen untuk mengurus perpanjangan ITAS.
"Selanjutnya, tanpa sebab yang jelas dan dengan keterbatasan bahasa Indonesia yang dapat dimengerti, Malik dipanggil dan diperiksa di Polres Jakarta Timur. Pada 3 Agustus 2023, Malik ditetapkan sebagai tersangka dan pada 29 September 2023, langsung ditahan," kata Devid.
Saat ini, tim kuasa hukum tengah berupaya untuk mengajukan penangguhan penahanan, sebab Malik selama dalam pemeriksaan selalu kooperatif.
Sementara itu salah satu putra Malik, Anas (19) berharap ayahnya tersebut bisa mendapatkan keadilan hukum dan dibebaskan dari segala tuntutan.
"Mudah-mudahan penangguhan penahanan bapak saya segera diproses dan dikabulkan. Karena saya masih memiliki adik kecil dan butuh biaya, kami sekeluarga sebagai warga negara asing yang tinggal di Indonesia sangat berharap keadilan di Indonesia untuk bapak saya yang terzalimi," ujarnya.
Baca juga: WNA asal Suriah didakwa palsukan dokumen keimigrasianBaca juga: Imigrasi Jakut sampaikan realisasi penerimaan negara bukan pajak 2023
Baca juga: Kantor Imigrasi Jakarta Utara periksa enam WNA China pada Jumat
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2024