Jakarta (ANTARA) - Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute (TII) Arfianto Purbolaksono menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu sudah seharusnya melibatkan banyak pihak untuk mengamankan data terkait Pemilu 2024.
“Kalau kita hanya menyandarkan kepada KPU secara institusi, saya rasa KPU tidak memiliki banyak resources gitu ya terkait dengan bagaimana mengamankan data,” kata Manajer Riset dan Program TII Arfianto Purbolaksono di Jakarta, Selasa.
Berkaca dari kebocoran dan penjualan data pemilih Indonesia di situs gelap baru-baru ini, Arfianto menerangkan langkah taktis yang harus dilakukan KPU ialah meminta maaf secara langsung kepada publik serta menjelaskan kekurangan dari jaringan sistem informasi maupun penyimpanan data yang mereka bangun.
Pasalnya, salah satu indikator dari integritas penyelenggaraan pemilu ialah perlindungan data, mulai dari data pemilih, data logistik, hingga data calon.
“Jika KPU tidak bisa melindungi data itu menjadi persoalan baru gitu. Jangan sampai muncul ketidakpercayaan publik terhadap KPU,” tegasnya.
Ia pun menambahkan permintaan maaf tersebut haruslah diikuti dengan keterbukaan dan ajakan kolaborasi untuk memperbaiki celah-celah kebocoran data yang luput dari pengawasan KPU.
“Seperti tadi yang saya katakan bahwa ada kelemahan-kelemahan, baik dari infrastruktur dan juga sumber daya manusia sehingga sudah seharusnya juga dibantu oleh banyak pihak. Setidaknya KPU juga cukup terbantu gitu,” ujarnya.
Baca juga: Muhaimin: Polri, TNI, dan penyelenggara pemilu harus jaga netralitas
Baca juga: Pilar 08 laporkan Roy Suryo terkait dugaan ujaran kebencian
Baca juga: Putri Bung Hatta harap Mahfud jalankan UUD 1945 bila jadi Wapres
Pewarta: Hana Dewi Kinarina Kaban
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2024