Kenaikan harga BBM bersubsidi premium yang sebelumnya Rp4.500 menjadi Rp6.500 dan solar yang sebelumnya Rp4.500 menjadi Rp5.500 per liter, menjadi faktor pemicu utama tingginya inflasi.
Menilik gerak inflasi sejak Januari hingga Juli 2013, ternyata terjadi deflasi di April dan Mei. Pada Januari inflasi 1,09 persen, Februari (0,81 persen), Maret (0,92 persen), April (-0,34 persen), Mei (-0,27 persen), Juni (0,96 persen), dan Juli (3,41 persen).
Pada Juni 2013, inflasi masih di bawah 1 persen karena belum terdampak kenaikan harga BBM yang baru ditetapkan di akhir bulan, tepatnya mulai tanggal 22 Juni.
Sementara bulan Juli 2013, inflasi meningkat tajam akibat naiknya harga BBM, angkutan kota, selain karena naiknya harga bawang merah, daging ayam ras, dan beras.
Melihat tingginya inflasi pada Juli 2013, agaknya semua pihak perlu mewaspadainya agar inflasi Jateng 2013 tidak tembus hingga dua digit karena sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Inflasi Juli 2013 harus dijadikan sebagai `lampu kuning` bagi semua `stakeholder` perekonomian Jawa Tengah.
Inflasi Pasca-Juli
Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah memperkirakan pada Agustus 2013 inflasi akan mengalami penurunan karena dampak kenaikan harga BBM tidak setinggi pada bulan sebelumnya.
"Agustus diperkirakan akan tetap terjadi inflasi karena bertepatan dengan momentum Lebaran, meskipun persentasenya lebih rendah dari Juli 2013," kata Kepala Bidang Statistik Distribusi BPS Jateng Jam Jam Zamachsyari
BPS memperkirakan inflasi pada bulan Agustus akan didorong oleh makanan jadi selain BBM meskipun tidak setinggi pada bulan Juli 2013.
Peneliti Ekonomi Madya Bank Indonesia (BI) Semarang Budi Trisnanto juga memperkirakan pada Agustus hingga Desember akan terjadi inflasi.
BI optimistis inflasi Jateng bulan Agustus akan kembali normal sesuai dengan polanya, dan tidak akan setinggi pada Juli 2013.
Turunnya harga emas perhiasan diperkirakan menjadi penghambat laju inflasi pada bulan Agustus.
BI memperkirakan inflasi bulan Agustus di Jateng akan berkisar dua persen, sedangkan laju inflasi tahun kalender Januari hingga Agustus 2013 diperkirakan maksimal sekitar 8,7 hingga 9 persen.
Selama bulan Agustus hingga Desember, kata Budi, diperkirakan masih terjadi inflasi karena berbarengan dengan Lebaran, tahun ajaran baru perguruan tinggi, persiapan Natal, dan tahun baru.
Hal yang sama disampaikan oleh pengamat ekonomi dari Universitas Stikubank Semarang Alimuddin Rizal Rifai yang menilai bahwa laju inflasi pada Agustus sekitar dua persen dengan catatan pasokan kebutuhan masyarakat masih terkendali.
Inflasi bulan Agustus diperkirakan masih dipicu karena tingginya konsumsi BBM, angkutan, dan harga bawang merah.
Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah memperkirakan pada Agustus 2013 inflasi akan mengalami penurunan karena dampak kenaikan harga BBM tidak setinggi pada bulan sebelumnya.
"Agustus diperkirakan akan tetap terjadi inflasi karena bertepatan dengan momentum Lebaran, meskipun persentasenya lebih rendah dari Juli 2013," kata Kepala Bidang Statistik Distribusi BPS Jateng Jam Jam Zamachsyari
BPS memperkirakan inflasi pada bulan Agustus akan didorong oleh makanan jadi selain BBM meskipun tidak setinggi pada bulan Juli 2013.
Peneliti Ekonomi Madya Bank Indonesia (BI) Semarang Budi Trisnanto juga memperkirakan pada Agustus hingga Desember akan terjadi inflasi.
BI optimistis inflasi Jateng bulan Agustus akan kembali normal sesuai dengan polanya, dan tidak akan setinggi pada Juli 2013.
Turunnya harga emas perhiasan diperkirakan menjadi penghambat laju inflasi pada bulan Agustus.
BI memperkirakan inflasi bulan Agustus di Jateng akan berkisar dua persen, sedangkan laju inflasi tahun kalender Januari hingga Agustus 2013 diperkirakan maksimal sekitar 8,7 hingga 9 persen.
Selama bulan Agustus hingga Desember, kata Budi, diperkirakan masih terjadi inflasi karena berbarengan dengan Lebaran, tahun ajaran baru perguruan tinggi, persiapan Natal, dan tahun baru.
Hal yang sama disampaikan oleh pengamat ekonomi dari Universitas Stikubank Semarang Alimuddin Rizal Rifai yang menilai bahwa laju inflasi pada Agustus sekitar dua persen dengan catatan pasokan kebutuhan masyarakat masih terkendali.
Inflasi bulan Agustus diperkirakan masih dipicu karena tingginya konsumsi BBM, angkutan, dan harga bawang merah.
Menekan Inflasi
Optimisme BI masih terkendalinya inflasi sejalan dengan segala upaya menekan laju inflasi seperti mengelola ekspektasi inflasi, menjaga suku bunga dan nilai tukar yang mampu mengarahkan ekspektasi masyarakat terhadap inflasi.
BI juga optimistis pemerintah bersama tim pengendali inflasi daerah (TPID) mampu mengelola ekspektasi inflasi di antaranya dengan impor dan memastikan ketersediaan pasokan kebutuhan masyarakat.
"BI optimistis inflasi Jateng 2013 tidak sampai menyentuh dua digit karena sebelumnya juga ada yang terjadi deflasi," kata Peneliti Ekonomi Bank Indonesia Semarang Budi Trisnanto .
Pengamat ekonomi dari Universitas Stikubank Semarang Alimuddin Rizal Rifai memperkirakan inflasi dapat terkendali di bawah dua digit jika pasokan kebutuhan utama masyarakat tersedia cukup aman, kenaikan harga dapat dijaga, dan hasil panen pada September sukses.
Impor yang dilakukan pemerintah baik sapi dan cabai, menjadi salah satu upaya untuk menekan harga dan menjamin pasokan cukup aman di pasaran.
Impor tersebut dapat ditempuh untuk menjaga pasokan, tetapi begitu Jateng pasokannya sudah ada karena panen, impor harus dihentikan agar tidak terjadi deflasi di tingkat petani.
Bank Indonesia, menurut Alimuddin, juga sudah mengambil upaya dengan menaikkan BI rate menjadi 6,2 persen dan mengimbau bunga kredit agar sektor riil dapat terkendali.
"Upaya yang dapat dilakukan BI yakni menjaga kebijakan BI rate, menjaga kebijakan moneter, mengimbau bank agar suku bunga kredit tidak terlalu tinggi," katanya.
Menurut Alimuddin jika bunga kredit terlalu tinggi dikhawatirkan sektor riil tidak lagi mampu membayar kredit sehingga pasokan berkurang sementara permintaan tinggi, maka inflasi bisa tinggi.
Selain menjaga agar suku bunga tidak tinggi, pemerintah juga harus mengendalikan pasokan dan memastikan barang sampai hingga ritel, distributor, agen, hingga konsumen.
Kerjasama antara pemerintah dan tim pengendali inflasi daerah harus terus dijaga agar konsumen tetap mendapatkan barang.
Saat ini Pemerintah Provinsi Jateng masih impor sejumlah barang dari provinsi lain dan berkurang bergantung impor barang dari luar negeri.
"Upaya menekan dan optimisme dapat menekan laju inflasi di bawah dua digit sangat penting agar kecenderungan spekulan berkurang," kata Alimuddin.
Kunci dari menahan laju inflasi lainnya adalah bagusnya kebijakan makro dan realisasi atau implementasi di lapangan, karena realisasi sangat penting. (N008/KWR)
Optimisme BI masih terkendalinya inflasi sejalan dengan segala upaya menekan laju inflasi seperti mengelola ekspektasi inflasi, menjaga suku bunga dan nilai tukar yang mampu mengarahkan ekspektasi masyarakat terhadap inflasi.
BI juga optimistis pemerintah bersama tim pengendali inflasi daerah (TPID) mampu mengelola ekspektasi inflasi di antaranya dengan impor dan memastikan ketersediaan pasokan kebutuhan masyarakat.
"BI optimistis inflasi Jateng 2013 tidak sampai menyentuh dua digit karena sebelumnya juga ada yang terjadi deflasi," kata Peneliti Ekonomi Bank Indonesia Semarang Budi Trisnanto .
Pengamat ekonomi dari Universitas Stikubank Semarang Alimuddin Rizal Rifai memperkirakan inflasi dapat terkendali di bawah dua digit jika pasokan kebutuhan utama masyarakat tersedia cukup aman, kenaikan harga dapat dijaga, dan hasil panen pada September sukses.
Impor yang dilakukan pemerintah baik sapi dan cabai, menjadi salah satu upaya untuk menekan harga dan menjamin pasokan cukup aman di pasaran.
Impor tersebut dapat ditempuh untuk menjaga pasokan, tetapi begitu Jateng pasokannya sudah ada karena panen, impor harus dihentikan agar tidak terjadi deflasi di tingkat petani.
Bank Indonesia, menurut Alimuddin, juga sudah mengambil upaya dengan menaikkan BI rate menjadi 6,2 persen dan mengimbau bunga kredit agar sektor riil dapat terkendali.
"Upaya yang dapat dilakukan BI yakni menjaga kebijakan BI rate, menjaga kebijakan moneter, mengimbau bank agar suku bunga kredit tidak terlalu tinggi," katanya.
Menurut Alimuddin jika bunga kredit terlalu tinggi dikhawatirkan sektor riil tidak lagi mampu membayar kredit sehingga pasokan berkurang sementara permintaan tinggi, maka inflasi bisa tinggi.
Selain menjaga agar suku bunga tidak tinggi, pemerintah juga harus mengendalikan pasokan dan memastikan barang sampai hingga ritel, distributor, agen, hingga konsumen.
Kerjasama antara pemerintah dan tim pengendali inflasi daerah harus terus dijaga agar konsumen tetap mendapatkan barang.
Saat ini Pemerintah Provinsi Jateng masih impor sejumlah barang dari provinsi lain dan berkurang bergantung impor barang dari luar negeri.
"Upaya menekan dan optimisme dapat menekan laju inflasi di bawah dua digit sangat penting agar kecenderungan spekulan berkurang," kata Alimuddin.
Kunci dari menahan laju inflasi lainnya adalah bagusnya kebijakan makro dan realisasi atau implementasi di lapangan, karena realisasi sangat penting. (N008/KWR)
Oleh Nur Istibsaroh
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013